Rabu, 09 Oktober 2013

FILSAFAT


A.    Pengertian Filsafat
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab , yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis.  Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity ‘ketertarikan’. Manusia Yunani pertama-tama mencoba menerangkan dunia dengan kejadian-kejadian yang menyertainya secara mitologis dan lepas dari kontrol rasio. Selanjutnya semuanya itu kemudian diterangkan dan disusun secara sistematis karena dengan mencari suatu keseluruhan yang sistematis, mereka mampu mengerti hubungan antara mite itu dan menyingkirkan mite yang tak dapat dicocokkan dengan mite yang lain.
Pemikiran mitologis tersebut dikaitkan dengan pemikiran keagamaan. Alasan mereka adalah, ‘karena makhluk-nakhluk merupakan dasar alam, maka makhluk-makhluk itu perlu dipuja dan disembah. Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi kemudian secara perlahan-lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu).
Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam mencari keterangan tentang alam semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal mitis yang secara turun-temurun diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di balik aneka kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu. Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional. Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian serta kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah yang memunculkan filosof-filosof pada jaman Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.
Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Tema-tema itu adalah: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
·         Tema pertama adalah ontologi. Ontologi membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.
·         Tema kedua adalah epistemologi. Epistemologi adalah tema yang mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
·         Tema ketiga adalah aksiolgi. Aksiologi yaitu tema yang membahas tentang masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia. Nilai sosial .

B.     Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
C.    Klasifikasi filsafat
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”. Sementara latar belakang agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”, “Filsafat Budha”, “Filsafat Hindu”, dan “Filsafat Kristen”.
·         Filsafat Barat
‘‘‘Filsafat Barat’’’ adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
·         Filsafat Timur
‘‘‘Filsafat Timur’’’ adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
·         Filsafat Timur Tengah
‘‘‘Filsafat Timur Tengah’’’ ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi!), yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil Gibran (aliran romantisme; kalau boleh disebut bergitu)dan Averroes.
·         Filsafat Islam
‘‘‘Filsafat Islam’’’ bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan ‘sudah ditemukan.’

D.    Cabang-cabang Filsafat
            Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti aristoteles (384-322 SM) dan Imanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian dalam karya-karya mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar tersebut masing-masing dikaji dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai adalah bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan merupakan bidang kajian epistimologi[5].
Namun ada juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik objeknya. Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua, yaitu :
1.      filsafat umum/murni
a.       Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
b.       Epistemologi. Objeknya adalah pengetahuan/ kenyataan
c.       Logika. Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan penarikan kesimpulan yang valid. Namun ada juga yang  memasukkan Logika ke dalam kajian epistimologi.
d.      Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.
2.       Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan. Seperti misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagai.
Pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali pula membahas masalah-masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya tampak dari filsafat Heidegger. Dalam bukunya yang terkenal, Being and Time (1979), dia menulis bahwa filsafatnya dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui bahwa “ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai keotentikan, kecemasan, dan pengalamn-pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari
·         Metafisika
Koestenbaum (1968) mendefinisikan metafisika sebagai studi mengenai karakteristik-karakteristik yang sangat umum dan paling dasar dari kenyataan yang sebenarnya (ultimate reality). Metafisika menguji aspek-aspek kenyataan seperti ruang dan waktu, kesadaran, jiwa dan materi, ada (being), eksistensi, perubahan, substansi dan sifat, aktual dan potensial, dan lain sebagainya.
Metafisika pada asasnya meneliti perbedaan antara penampakan (appearance) dan kenyataan (reality). Ada sejumlah aliran yang mencoba mengungkap hakikat kenyataan di balik penampakan tersebut. Misalnya aliran naturalism dan materialism percaya bahwa kenyataan paling dasar pada prinsipnya sama dengan peristiwa material dan natural. Sejak zaman Yunani kuno sebagian besar filsafat diwarnai oleh pemikiran-pemikiran metafisik, kendati cukup banyak juga filsuf yang meragukan dan menolak metafisika. Para filsuf yang menolak metafisika beralasan bahwa metafisika tidak mungkin karena melampaui batas-batas kemampuan indera untuk membuktikan kebenaran-kebenarannya. Kebenaran-kebenaran yang dikemukakan oleh metafisika terlalu luas dan spekulatif, sehingga tidak dapat dibuktikan dan diukur kebenarannya[9]. Dalam perkembangannya, metafisika kemudian dibagi lagi menjadi tiga sub cabanga, yaitu :
a.       Ontology, mengkaji persoalan-persoalan tentang ada (dan tiada)
b.        Kosmologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul, dan unsur-unsur yang membentuk alam semesta
c.        Humanologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang hakikat manusia, hubungan antara jiwa dan tubuh, kebebasan dan keterbatasan manusia
d.        Teologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama

·         Epistemologi dan Logika
Istilah epistemology berasal dari bahasa Yunani, yakni episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori.dengan demikian epistemology adalah suatu kajian atau teori filsafat mengenai esensi pengetahuan.
Menurut Koestenbaum (1968), secara umum epistemology berusaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan “apakah pengetahuan?”. Tetapi secara spesifik epistemology berusaha menguji masalah-masalah yang kompleks, seperti hubungan antara pengetahuan dan kepercayaan pribadi, status pengetahuan yang melampaui panca indera, status ontology dari teori-teori ilmiah, hubungan antara konsep-konsep atau kata-kata yang bersifat umum dengan objek-objek yang ditunjuk oleh konsep-konsep atau kata-kata tersebut, dan analisis atas tindakan mengetahui itu sendiri.
Menurut J.F. Ferrier, epistemology pada dasarnya berkenaan dengan pengujian filsafati terhadap batas-batas, sumber-sumber, struktur-struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Logika sebagai salah satu cabang filsafat pada dasarnya adalah cara untuk menarik kesimpulan yang valid. Secara luas logika dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berfikir  secara sahih. Ada banyak cara menarik kesimpulan. Namun secara garis besar, semua itu didigolongkan menjadi dua cara yaitu logika induktif dan logika deduktif.
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif berhubungan dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus atau individual. Baik logika induktif maupun logika deduktif, dalam proses penalarannya mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggap benar. Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan keputusan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.
·         Aksiologi
Aksiologi merupakan kajian filsafat mengenai nilai. Nilai sendiri adalah suatu kualitas yang kita berikan kepada sesuatu objek sehingga sesuatu itu dianggap bernilai atau tidak bernilai. Pada masa kini objeknya lebih banyak berupa sains dan teknologi.  Peradaban manusia masa kini sangat bergantung pada ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi. Berkat kemajuan pada kedua bidang ini pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Banyak sekali penemuan-penemuan baru yang amat membantu kehidupan manusia, seperti misalnya penemuan dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Namun di pihak lain, perkembangan-perkembangan tersebut mengesampingkan factor manusia. Di mana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia, namun sering kali kini yang terjadi adalah sebaliknya. Manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi manusia, melainkan dia ada bertujuan untuk eksistensinya sendiri. Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri.
Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang ada. Masalah nilai moral tidak bisa terlepas dari tekat manusia untuk menemukan kebenaran. Sebab untuk menemukan kebenaran dan kemudian terutama untuk mempertahankannya, diperlukan keberanian moral.
Dihadapkan dengan  masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini, para ilmuwan terbagi menjadi dua golongan pendapat.
Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersikap netral terhadap nilai-nilai, bik itu secara ontologis, mau pun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain dalam mempergunakannya, apakah untuk kebaikan atau untuk keburukan.
Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan. Sedangkan dalam penggunaannya bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral[12].
Nilai yang menjadi kajian aksiologi ada dua, itu sebabnya aksiologi dibagi menjadi dua sub cabang yaitu :
a.       Etika. Kajian filsafat mengenai baik dan buruk, lebih kepada bagaimana seharusnya manusia bersikap dan bertingkah laku, apa makna etika atau moralitas dalam kehidupan manusia
b.        Estetika. Nilai yang berhubungan dengan keindahan (indah dan buruk). Mengkaji mengenai keindahan, kesenian, kesenangan yang disebabkan oleh keindahan.


                                                                     
E.      Pengertian Filsafat Sejarah
Sebelum kita melangkah lebih jauh membahas mengenai apa itu filsafat sejarah, ada baiknya pemakalah mengklasifikasikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan filsafat dan apa itu itu sejarah.
·         Pengertian filsafat
Filsafat , berasal dari kata yunani ‘’Philos dan Shopia’’. Philos artinya, senang, cinta, gemar dan Shopia artinya hikmat atau kebenaran, kebijaksanaan. Philoshopia artinya cinta atau gemar, senang pada kebenaran, atau hikmat serta kebijaksanaan.
 Filsafat adalah” induk pengetahuan’’, Istilah filsafat telah dikenal manusia sejak 2.000 tahun yang lalu, pada masa yunani kuno. Di Meletos, Asia Kecil, tempat perantauan orang yunani,di sanalah awal mulanya muncul filsafat. Mula-mula jejak awal filsafat ini, ditandai oleh munculnya tokoh-tokoh pemikir besar pada zaman itu sepaerti Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Thales lah orang pertama yang mempersoalkan; substansi terdalam dari segala sesuatu.’’ Dan dari situlah munculnya pengartian-pengertian kebenaran yang hakiki.
Mengenai filsafat, banyak Ilmuan-ilmuan dari Timur Tengah. Mengenai pengertian filsafat Al-farabi mengatakan: “Nama filsafat berasal dari bahasa Yunani, masuk kedalam bahasa Arab. Orang-orang Yunani menguapkannya filasufia yang berari mengutamakan hikmah. Kata tersebut alam bahasa mereka berasal dari dua kata: fila dan sufia. Fila berarti mengutamakan dan sufia berarti hikmah, kata filosof diambil dari kata asal filsafat dalam bahasa Yunani disebut filosofus. Perubahan suara pengucapan dari akar kata seperti itu sering terjadi dalam bahasa Yunani. Kata filosofus bermakna orang yang mengutamakan hikmah.
Ini artinya bahwa semua ilmu bertujuan untuk mencari kebenaran agar  manusia dapat bertindak secara bijaksana. Bijaksana atau arif merupakan panduan pengalaman dan pengetahuan plus kekuatan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan. Penerapannya berupa sikap adil, propesional, lapang dada, tetapi juga tegas dalam membela prinsip yang telah di sepakati. Karna itu di perguruan tinggi negara-negara barat, posisi akademik tertinggi di sebut Ph.d (doctor of  philosophy) apapun di siplin ilmunya. Dengan memberikan bobot philosophy kepada gelar tertinggi yang telah di raih oleh seseorang diharapkan pemegangnya mampu mengembangkan kearifan dalam mengatur dunia ini karna seorang filosof pencinta wisdom. Gagasan awal itu sangat  ideal, sekalipun dalam perkembangannya akhir-akhir ini dunia semakin sekuler. Pemegang Ph.d boleh jadi hanyalah seorang tukang tin gkat tinggi minus kearifan. Hal ini tarjadi sebagai akibat dari proses spesialisasi yang melupakan induk
ilmu itu sendiri. Ilmuan yang hanya terpukau dan terpakau oleh kajian khususnya  tanpa menghubungkannya dengan panaroma kehidupan yang luas terbentang, sama artinya dengan orang yang sengaja  mengurung diri dalam sebuah sangkar kecil, mungkin cantik, tetapi apalah maknanya bagi kepentingan kehidupan yang luas tak bertepi ini.
Filsafat sebagai induk dari semua ilmu  harus menjadi titik kembali bagi semua di siplin ilmu agar tidak ingin kehilangan misi ilmu yang sebenarnya, mencari kebenaran dan dengannya manusia menjadi arif. Mengingat filsafat merumuskan kebenaran didasarkan pada hasil perenungan mendalam manusia secara logis maka kebenaranya bersifat utopia (idealitas), sehingga belum tentu dapat di temui dalam kehidupan nyata . agar dapat di ketahui  sejauh manakah realita itu mendekatkan realitas. Upaya penerapan idealitas harus selalu mempertimbangkan realita yang ada. Kita harus mengetahui kebaikan-kebaikan dan juga kelemahan-kelemahan dari realita yang sedang kita hadapi; lalu kita merumuskan langkah-langkah yang di perlukan bagi upaya perbaikan tersebut dengan mengingat pada sumber daya yang di miliki dan tantangan-tantangan yang di hadapi. Tantangan-tantangan itu harus di perhitungkan secara masak-masak agar usaha menegakkan kebenaran itu tidak menimbulkan gejolak yang tidak terkendali dengan dampak pecahnya kekerasan yang bertolak belakang dengan misi kebenaran: damai, sejahtera, adil, dan bebas.
·         Pengertian Sejarah                                     
 Pengertian Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu syajara berarti terjadi, syajarah berarti pohon, syajarah an-nasab berarti pohon silsilah; bahasa inggris history, bahasa Lstin dan Yunani historia, dari bahasa Yunani histor atau istor berarti orang pandai.
Menurut Hegel, sejarah adalah perkrmbangan Roh dalam Waktu, sedangkan Alam adalah perkembangan Ide dalam Ruang. Sistem menyeluruh Hegel dibangun diatas di atas tiga unsure    ( the great triad): Ide-Alam-Roh. Ide dalam dirinya sendiri adalah sesuatu yang terus berkmbang, dinamika realitas dari dan yang berdiri di balik layar-atau sebelum-dunia. Antitesis dari Ide yang berada dari luar dirinya, yaitu Ruang, adalah Alam. Alam terus berkembang, setelah mengalami taraf perkembangan kehidupan mineral dan tumbuhan kedalam diri manusia. Dan dalam diri manusia terdapat kesadaran yang membuat Ide menjadi sadar akan dirinya sendiri.
Hemat saya, seperti yang dijelaskan oleh Hegel diatas bahwa Roh adalah kesadaran-diri, sadangkan antitesis Ide dan Alam dan perkembangan dari kesadaran inilan yang disebut sejarah. Filsafat sejarah adalah ilmu filsafat yang ingin  memberi jawaban atas sebab dan alasan segala peristiwa sejarah. Jelasnya, filsafat sejarah adalah salah satu bagian filsafat yang ingin menyelidiki sebab- sebab terakhir dari suatu peristiwa, serta ingin memberikan jawaban atas sebab dan alasan segala peristiwa sejarah. Filsafat sejarah mencari penjelasan serta berusaha masuk kedalam pikiran dan cita-cita manusia dan memberikan keterangan tentang bagaimana munculnya suatu negara, bagaimana proses perkembangan budayanya sampai mencapai puncak kejayaanya dan akhirnya mengalami kemunduran seperti pernah di alami oleh negara-negara atas pada zaman yang lalu peran pemimpin-pemimpin terkenal sebagai subyek pembuat sejarah pada zamannya.

F.       Aliran-Aliran dalam Filsafat
Aliran Rasionalisme.
Aliran Rasionalisme berpendapat bahwa semua pengetahuan bersember pada akal pikiran atau rasio. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai berikut:  Rene Descartes (1596-1650), ia membedakan adanya tiga ide yaitu: Innate ideas (ide bawaan), yaitu sejak manusia lahir, atventituus ideas, yaitu ide-ide yang berasal dari luar manusia dan ide yang di hasilkan manusia itu sendiri, yaitu disebut factitious ideas. Tokoh rasinalisme yang lain adalah Spinoza (1632-1677) dam Leibniz (1646-17160. Sehubungan dengan itu, yang paling penting Filsafat adalah ‘’dinamisme’’nya Leibniz ian bependapat bahwa sesuatu pada hakikatnya merupakan ‘’energi’’, ‘’kehendak’’, dan ‘’kekuatan’’ atau (dinamis).
Aliran Empirisme
Empirisme adalah aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh melalui pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris, selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman. Tokoh-tokohnya adalah: John Locke (1632-1704); dibedakan menjadi dua macam yaitu: (a) pengalaman luar  (sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar, dan (b) pengalaman dalam (batin) (Reflexion). Kedua pengalaman tersebut merupakan ide-ide yang sederhana, yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk ide yang kompleks.
Aliran Kritisime
Kritisme yang menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiris (yang meliputi indra dan pengalaman). Kemudiam akal menempatkan, mengatur, dan menerbitkan dalam bentuk-bentuk pengamatn yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan pembentukannya. Tokoh-tokohnya adalah Immanuel Khant (1724-1804). Aliran kritisme kant tampaknya mensintesiskan antara rasionalisme dan empirisme.

Aliran Skeptisme
Skeptisme, yang menyatakan bahwa penserapan indra adalah bersifat menipu atau menyasatkan. Namun pada zaman modern berkembang menjadi skeptisme metodis (sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum sesuatu pengetahuan diakui benar. Tokoh-yokohnya adalah Rane Descartes (1596-1650).
Aliran Idealisme
Aliran idealisme ialah suatu aliran filsafat metafisika yang berpendapat, bahwa  hakikat dunia atau kenyataan itu ialah ide, yang sifatnya rohani atau inteligasi. Dunia yang tampak saat ini hanya ‘’maya’’ bayangan /impian belaka. Filosof besar Plato sbagai pelopor aliran ini berpendapat, bahwa dunia hakiki ialah dunia ide, dan dunia gejala itu hanyalah bayangan saja dari dunia hakiki itu. Dunia hakiki menurut Plato adalah dunia  yang sempurna, dunia yang ideal, dimana terdapat mahluk-makhluk prototipe yang ideal (seperti kekudaan), sedangkan dunia duniawi itu adalah dunia yang tidak sempurna, karna hanya perwujudan dari dunia hakiki, seperti contohnya banyak kuda yang tidak sama.
Aliran Realisme.
Aliran realisme berpendapat, bahwa di luar kesadaran kita yang mengetahui segala benda memang ada sesuatu sungguh-sungguh nyata, ada (real), yang dapat di amati oleh pikiran kita melalui alat indra. Dalam sejarah filsafat, Aristoteles termasuk pelopor aliran filsafat realis yang klasik, yang mengatakan, bahwa dia mengakui kenyataan dunia, yang terdiri atas benda-benda individual, serta terdiri atas zat benda, atau materi dan bentuk, sehingga zat itu mempunyai bentuk dan rupa yang dapat kita amati.
Aliran Materialisme dan Nuturalisme
Aliran materialisme berpendapat, bahwa hakikat dunia ialah materi. Domokritos seorang ahli filsafat Yunani kuno telah menciptakan teori atom (yang artinya tidak dapat di belah). Atom di anggap zat-benda yang paling kecil, yang mengisi segala-galanya, yang kosong. Tidak ada apa-apanya disebut Vaccum, dan yang penuh di sebut Plenum. Aedangkan naturalisme menganggap bahwa, satu-satunya yang ada ialah alam atu natur, yang terdiri atas benda-benda yang ber zat, menempati ruang dan mengalami perubahan dalam waktu. Ilmu pengetahuan IPA mempelajari hukum-hukum yang menguasai alam atau  benda ini, di antaranya dengan ilmu fisika dan ilmu kimia.
Aliran Pragmatisme
Istilah pragmatisme sering di hubungkan dengan dua tokoh dari Amerika Serikat yaitu, William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).  Kaum pragmatisme mengakui terus terang bahwa, mereka tidak dapat mengetahui dengan pasti hakikat dunia atau alam, seperti yang di kem ukakan oleh kaum materelistis, kaum idealis, dan kaum realis. Pragmatisme menganggap, bahwa manusia dengan segala keterbatasan peralatanya, tedak akan mampu mengetahui hakikat alam semesta,karna alam sering berubah oleh hukum waktu. Pragmatisme menyadari sekali, bahwa pengetahuan kijtra selalu memerlukan revisi, bahwa pengetahuan kita selalu memerlukian revisi dan rekonstruksi untuk menyesuaikan dengn perubahan zaman. Tetapi di sisi lain pragmatisme juga menyadari bahwa pengetahuan sangat diperlukan untuk memperbaiki khidupan manusia.

G.    Tujuan filsafat sejarah
Filsafat sejarah bertujuan sebagai berikut:
a.       Untuk mnyelidiki sebab-sebab terakhir peristiwa sejarah agar dapat di ungkapkan hakikat dan makna  yang terdalam tentang peristiwa sejarah.
b.      Memberikan pertanyaan atas jawaban “kemanakah arah sejarah’’ serta menyelidiki semua sebab timbulnya semuaa perkembangan segala sesuatu yang ada.
c.       Melali studi mendalam tentang filsafat sejarah, dapat  membentuk seseorang memiliki vision atau wawasan dan pandangan yang luas.
d.       Studi filsafat sjarah dapat menjadikanseseorang berfikir analitis-kronologis serta arif-bijaksana atau wisdom.
e.        Filsafat sejarah bertujuan membentuk dan menyusun isi, hakikat serta memberi makna dari pada sejarah menyusun suatu pandangan dunia untuk filsafat sejarah serta pandangan berwawasan nasional untuk Filsafat Sejarah Nasional Indonesia.

Selain penjelasan diatas tentang tujuan filsafat sejarah, pemakalah juga mengajak teman-teman pembaca untuk lebih kritis dalam menilai dan menimbang setiap sejarah dari abad-abad sebelumnya, mampu merinci setiap kejadian dalam sejarah itu sendiri. Saya  berpendapat bahwa memahami filsafat sejarah agar lebih bisa membedakan apa yang disebut sejarah subjektif dan mana yang objektif, tanpa membedakan kedudukan subjek dalam masyarakat. Filsafat juga mekankan tiga unsur kegunaan dalam sejarah, yaitu: pertama:kegunaan edukatif ialah menuntut setiap orang menjadi lebih arif dan bijaksana dalam hidup. Kedua:kegunaan Inspiratif ialah dorongan inspirasi yang didalamnya sarat dengan nilai berupa ide, konsep, semangat, motivasi perjuangan, dan untuk menghindari dari apa yang menjadi faktor kehancuran peradaban sebagaimana banyak dipertontonkan oleh sejarah masa silam. Ketiga: kegunaan Instruktif ialahsejarah dapat digunakan sebagai bahan pengajaran sehinggaterkait erat dengan pendidikan formal. Terutama sekali dalam menunjang pengembangan bidang-bidang lain khususnya berkaitan dengan keterampilan dan kejuruan.

H.    Ruang Lingkup Kajian Filsafat Sejarah
Pada hakikatnya filsafat sejarah berusaha mencari penjelasan tentang perbuatan manusia yang sudah terjadi. Filsafat sejarah juga mencoba memberikan jawaban atas sebab-sebab dan alasan segala peristiwa sejarah yang sudah terjadi. Filsafat sejarah berusaha masuk ke dalam pikiran dan cita-cita manusia dan memberikan tantang maju dan mundurnaya bangsa-bangsa, tentang maju dan mundurnya perkembangan kebudayaan.
Oleh karena peristiwa dan kejadian-kejadian itu tidak terletak di depan muka manusia seperti halnya  dengan bahan –bahan untuk menguji formulu-formula kimia.kejadian dan peristiwa sejarah terdiri atas beberapa phenomena dan phenombena-phenomena tersebut di anggap dan diartikan oleh manusia secra berbeda-beda; walaupun pada akhirnya manusia dengan menggunakan akal pikiranya akan senantiasa berusaha untuk memperoleh hasil yang maksimal secara objektif terhadap phenomena-phenomena sejarah yang akan menghasilkan suaatu rangkain peristiwa sejarah.
Filsafat sejarah sebagai salah satu cabang fisafat mengandung 2 (dua) aspek kajian yaitu:
Pertama; filsafat sejarah berusaha untuk mengetahui dengan pasti faktor-faktor apa yang menyebabkan serta menguasai semua kejadian peristiwa jalannya sejarah. Usaha ini telah di kgembangkan dan berlangsung sejak beberapa abad yang lampau.

Kedua; filsafat sejarah berusaha untuk menguju kemampuan beberapa metode ilmu sejarah serta memberi penilaian tentang hasil analisis dan kesimpulan-kesimpulan terhadap suatu karya sejarah. Usaha ini belum terlalu lama di kembangkan oleh para ahli filsafat. (bandingkan dengan W.J. Van der Meulen SJ, 1987:12)

I.       Tokoh-tokoh Pelopor Filsafat Sejarah
Sungguhpun filsafat sejarah sudah berkembang lama sebelum terdapat penelitian ilmiah mengenai fakta-fakta sejarah, di lingkungan dunia barat, baru terjadi sungguh hbar sejak abd ke 19, teritama di jerman dengan Herder, Emmanuael Kant, Hegel, Karl Marx, Fichte dan sejumlah ‘’ dewa’’ filsuf sejarah lainnya. Para ahli ini menjalankan semacam ‘’analisi sejarah’’ berdasarkan sistem pemikiran mereka dan berdasarkan sejumlah ‘’gejala’’ dan phenomena-phenomena sejauh yang di pilih, yang belum pernah di pelajari dengan mendalam. Memang gejala tersebut hanya di hargai sebagai bahan untuk memupuk ilham mereka, namun di susun secara rapi. Kebanyakan mereka kurang sependapat dengan penyelidikan sejarah, yang baru mulai berkembang di bawah pimpinan Niebuhr dan Ranke.
 Setelah hasil-hail sejarah mulai tampak, kewibawan para filusuf mulai menjadi semakin suram. Syukurlah mereka di tolong oleh ahli-ahli sejarah sendiri, terutama pengikut Renke dan juga ahli-ahli sejarah dari luar jerman yang sudah melupakan kebijaksanaan guru mereka. Mabuk oleh sukses-sukses tadi, mereka di timpa kesombongan dan mengambil alih ‘’selimut kenabian’’ dari para filsuf, mereka mulai ‘’berupacara’’ sendiri sebagai ‘’penjaga harta’’ zaman lampau serta menjadi peramal dari depan. Demikianlah filsafat telah ‘’diperalat’’ oleh ahli-ahli sendiri  sehingga muncul ‘’historisme’’ dan sampai sekarang terus ada pengikutnya.
Namun salah satu akar ilmu yang baru berkembang ini, yaitu usaha menetapkan ‘’wie-es-eigentlich-gewesen-ist’’, sejak semula telah menghadapi tantangan berat. Dilthey dan Crose menggarisbawahi perbedaan yang mereka anggap penting sekali antara pokok persoalan ilmu dan pokok persoalan sejarah. Dalam istilah-istilah yang kasar, perbedaan ini mungkin dapat digambarkan/ diwakili oleh dikotomi terkenal antara “jiwa” dan “alam”. 
Kajian filsafat yang kedua, yaitu menguji metode dan kepastian ilmu sejarah, mulai berkembang di wilayah pimpinan Dilthey, Rickert, Croce, Collingwood, dan lain-lain walupun dalam lapangan filsafat ini belum di capai suatu kesepakatan bersama, harus kita akui, usaha mereka merupakan sumbangan yang penting ke arah pengertian yang lebih baik akan hakikat dan kemungkinan-kemungkinan pengembangan ilmu sejarah.
Usaha mereka dapat kita harapkan akan bemanfaat selama penyelidikan itu tidak bersifat amatir, tetapi sungguh-sungguh dilakukan oleh para ahli filsafat. Lebih baik lagi kalau penyelidik di samping ahli filsafat, juga ahli sejarah, atau sekurang-kurangnya orang yang pernah menjalankan penyelidikan historis berdasarkan sumber-sumber yang asli, sehingga dia sungguh-sungguh mengenal obyek yang di selidiki, ialah cara bekerja ilmu sejarah.

J.       Sejarah Perkembangan Filsafat Sejarah
Filsafat Sejarah pada Zaman Pertengahan
Perkembangan filsafat sejarah pada zaman pertengahan pada pokoknya menunjukkan sifat-sifat yang religius. Segala kejadian di terangkan dalam cahaya kekal, segala-galanya kepada tuhan sebagai pencipta, penyelamatf dan hakim  seluruh umat manusia. Isi dan seluruh hidup ialah kerajaan tuhan. Dari pandangan itu terjadi bahwa kajian sejarah di zaman pertengahan bukan sebab-bebab dan alasan-alasan terhadap kajian sejarah, melainkan tentang tujuan (arahteleologis). Pada umumnya perkembangan filsafat sejarah, seperti pandangan St. Agustinus seakan-akan mewakili pandangan yang tetap dan utama untuk selruh zaman pertengahan tersebut. Juga percobaan dari Otto Van Freishing atas pandangan tersebut itu. Otto Van Freishing mengalami perselisihan antara grreja dengan negara mencoba menyusun suatu sejarah berkat pikiran-pikiran filsuf. Dalam segala hal yang sudah di tulisnya ia berusaha memberikan yang benar. Otto sudah mengerti ada hukum atau aliran yang gtertentu di dalam sejarah bergerak tak berhentinya dan gerakan dari perjuangan dan kemenangan. Akan tetapi kejadian yang kurang baik (Kummervollen Greschehniscen) di pandangnya sebagai metode pendidikan dari tuhan yang mau berkata pada manusia bahwa tidak ada yang tertentu dan pasti di dunia ini. Dan akhirnya menurut pendapatnya segala pengetahuan ilmu pengetahuan bergerak dari timur ke barat
Filsafat Sejarah pada Zaman Renaissance
Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh.
Selanjutnya pada Abad 17, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan munculnya Roger Bacon (1561-1626).Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung namun harus bersifat kontemplatif.Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia.Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge adalah human power.
 Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode eksperimental dana matematis memasuki abad 16 mengakibatkan pandangan Aritotelian yang menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya ditinggalkan secara defenitif. Roger Bacon adalah peletak dasar filosofis untuk perkembangan ilmu pengetahuan.Bacon mengarang Novum Organon dengan maksud menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan teori baru.Karyanya tersebut sangat mempengaruhi filsafat di Inggris pada masa sesudahnya.Novum Organon atau New Instrumen berisi suatu pengukuihan penerimaan teori empiris tentang penyelidikan dan tidak perlu bertumpu sepenuhnya kepada logika deduktifnya Aritoteles sebab dia pandang absurd.
Hart mengaggap Bacon sebagai filosof pertama yang bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia dan dengan sangat efektif menganjurkan penyelidikan ilmiah.Beliaulah peletak dasar-dasar metode induksi modern dan menjadi pelopor usaha untuk mensistimatisir secara logis prosedur ilmiah.Seluruh asas filsafatnya bersifat praktis yaitu menjadikan untuk manusia menguasai kekuasaan alam melalui penemauan ilmiah Menurut Bacon, jiwa manusia yang berakal mempunyai kemamapuan triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal (imaginatio) dan akal (ratio).Ketiga aspek tersebut merupakan dasar segala pengetahuan. Ingatan menyangkut apa yang sudah diperiksa dan diselidiki (historia), daya khayal menyangkut keindahan dan akal menyangkut filsafat (philosophia) sebagai hasil kerja akal.
Aliran Positivisme dan Sejarahnya
Aguste Comte dilahirkan pada tahun 1798 di kota Monpellir Perancis Selatan, ayah dan ibunya menjadi pegawai kerajaan dan merupakan penganut Agama Katolik yang cukup tekun. Ia menikah dengan seorang pelacur bernama Caroline Massin yang kemudian dia menyesali perkawinan itu. Dia pernah mengatakan bahwa perkawinan itu adalah satu-satunya kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dari kecil pemikiran-pemikiran Comte sudah mulai kelihatan, kemudian setelah ia menyelesaikan sekolahnya jurusan politeknik di Paris 1814-1816, dia diangkat menjadi sekretaris oleh Saint Simon yaitu seorang pemikir yang dalam merespon dampak negatif reinaisance menolak untuk kembali pada abad pertengahan akan tetapi harus direspon dengan menggunakan basis intelektual baru, yaitu dengan brfikir empirik dalam mengkaji persoalan-persoalan realitas sosial. Dalam membangun teori sosiologi Comte lebih memilih unit analisa makro (obyektif) dan bukan individu, dalam hal ini entits yang lebih besar seperti keluarga, struktur sosial dan perubahan sosial. Ia menganjurkan untuk keluar dari pemikiran abstrak dan melakukan riset dengan melakukan eksperimentasi dan analisis perbandingan sejarah. Comte pada intinya berargumentasi bahwa gagasan terdahulu yang mendasari pengembangan struktur masyarakat maupun negara, atas dasar pemikiran spekulatif, sudah tidak releven dengan adanya teori positivistik. Dalam logika Comte sejarah manusia adalah perkembangan bertahap dari cara berfikir manusia itu sendiri. Dengan berargumen bahwa dengan pemikiran empirik rasional dan positiv maka manusia akan mampu menelaskan realitas kehidupan tidak secara spekulatif melainkan secara konkrit, pasti bahkan mutlak kebenaranya.

K.    Perkembangan filsafat
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun.Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan.Karena itulah filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia.Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.
·         Munculnya Filsafat
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi yang sebelumnya mengikat segala aspek pemikiran kemudian secara perlahan-lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu).
Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam mencari keterangan tentang alam semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal mistis yang secara turun-temurun diwariskan oleh tradisi.Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri.Di balik aneka kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu.Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional.
Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian serta kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah yang memunculkan filosof-filosof pada jaman Yunani.Filsafat dan ilmu menjadi satu. Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berfikir-fikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama pada saat itu yang dianggap sebagai “tirai besi keilmuan” lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
L.     Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia
Dalam buku History and Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull (1950), menulis setidaknya sejarah filsafat dan ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang terkenal pada periode itu.
    1.    Masa Yunani Kuno
Pada tahap awal kelahirannya filsafat  menampakkan diri sebagi suatu bentuk mitologi, serta dongeng-dongeng yang dipercayai oleh Bangsa Yunani, baru sesudah Thales (624-548 S.M) mengemukakan pertanyaan aneh pada waktu itu, filsafat berubah menjadi suatu bentuk pemikiran rasional (logos). Pertanyaan Thales yang menggambarkan rasa keingintahuan bukanlah pertanyaan biasa seperti apa rasa kopi ?, atau pada tahun keberapa tanaman kopi berbuah ?, pertanyaan Thales yang merupakan pertanyaan filsafat, karena mempunyai bobot yang dalam sesuatu yang ultimate (bermakna dalam) yang mempertanyakan tentang Apa sebenarnya bahan alam semesta ini (What is the nature of the world stuff ?), atas pertanyaan ini indra tidak bisa menjawabnya, sains juga terdiam, namun Filsuf berusaha menjawabnya. Thales menjawab Air (Water is the basic principle of the universe), dalam pandangan Thales air merupakan prinsip dasar alam semesta, karena air dapat berubah menjadi berbagai wujud 
Pada perkembangan selanjutnya, disamping pemikiran tentang Alam, para akhli fikir Yunani pun banyak yang berupaya memikirkan tentang hidup kita (manusia) di Dunia.Dalam sejarah Filsafat Yunani, terdapat seorang filsuf yang sangat legendaris yaitu Aristoteles (384-322 S.M), seorang yang pernah belajar di Akademia Plato di Athena. Setelah Plato meninggal Aristoteles menjadi guru pribadinya Alexander Agung selama dua tahun, sesudah itu dia kembali lagi ke Athena dan mendirikan Lykeion, dia sangat mengagumi pemikiran-pemikiran Plato meskipun dalam filsafat, Aristoteles mengambil jalan yang berbeda (Aristoteles pernah mengatakan-ada juga yang berpendapat bahwa ini bukan ucapan Aristoteles- Amicus Plato, magis amica veritas – Plato  memang sahabatku, tapi kebenaran lebih akrab bagiku – ungkapan ini terkadang diterjemahkan bebas menjadi “Saya mencintai Plato, tapi saya lebih mencintai kebenaran”)
  2.    Abad Pertengahan
Semenjak meninggalnya Aristoteles, filsafat terus berkembang dan mendapat kedudukan yang tetap penting dalam kehidupan pemikiran manusia meskipun dengan corak dan titik tekan yang berbeda.Periode sejak meninggalnya Aristoteles (atau sesudah meninggalnya Alexander Agung (323 S.M) sampai menjelang lahirnya Agama Kristen oleh Droysen (Ahmad Tafsir. 1992) disebut periode Hellenistik (Hellenisme adalah istilah yang menunjukan kebudayaan gabungan antara budaya Yunani dan Asia Kecil, Siria, Mesopotamia, dan Mesir Kuno). Dalam masa ini Filsafat ditandai antara lain dengan perhatian pada hal yang lebih aplikatif, serta kurang memperhatikan Metafisika, dengan semangat yang Eklektik (mensintesiskan pendapat yang berlawanan) dan bercorak Mistik.
 Pada masa ini filsafat cenderung kehilangan otonominya, pemikiran filsafat abad pertengahan bercirikan Teosentris (kebenaran berpusat pada wahyu Tuhan), hal ini tidak mengherankan mengingat pada masa ini pengaruh Agama Kristen sangat besar dalam kehidupan manusia, termasuk dalam bidang pemikiran.
Filsafat abad pertengahan sering juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang mempunyai corak semata-mata bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi.Pada masa ini memang terdapat upaya-upaya para filsuf untuk memadukan antara pemikiran Rasional (terutama pemikiran-pemikiran Aristoteles) dengan Wahyu Tuhan sehingga dapat dipandang sebagai upaya sintesa antara kepercayaan dan akal.Keadaan ini pun terjadi dikalangan umat Islam yang mencoba melihat ajaran Islam dengan sudut pandang Filsafat (rasional), hal ini dimungkinkan mengingat begitu kuatnya pengaruh pemikiran-pemikiran ahli filsafat Yunani/hellenisme dalam dunia pemikiran saat itu, sehingga keyakinan Agama perlu dicarikan landasan filosofisnya agar menjadi suatu keyakinan yang rasional.
3.    Masa Modern
Pada masa ini pemikiran filosofis seperti dilahirkan kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat.Kebangkitan kembali rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah Descartes, dia berjasa dalam merehabilitasi, mengotonomisasi kembali rasio yang sebelumnya hanya menjadi budak keimanan.
Pandangan empirisme semakin kuat pengaruhnya dalam cabang ilmu pengetahuan setelah munculnya pandangan August Comte (1798-1857) tentang Positivisme. Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah tentang tiga tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu : tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik, dan tingkatan Positif
Pemikiran-pemikiran yang mencoba melihat Agama dari perspektif filosofis terjadi baik di dunia Islam maupun Kristen, sehingga para ahli mengelompokan filsafat skolastik ke dalam filsafat skolastik Islam dan filsafat skolastik Kristen.
  4.    Masa Islam
Di dunia Islam (Umat Islam) lahir filsuf-filsuf terkenal seperti Al Kindi (801-865 M),  Al Farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111 M), dan Ibnu Rusyd (1126-1198), sementara itu di dunia Kristen lahir Filsuf-filsuf antara lain seperti  Peter Abelardus (1079-1180), Albertus Magnus (1203-1280 M), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Mereka ini disamping sebagai Filsuf juga orang-orang yang mendalami ajaran agamanya masing-masing, sehingga corak pemikirannya mengacu pada upaya mempertahankan keyakinan agama dengan jalan filosofis, meskipun dalam banyak hal terkadang ajaran Agama dijadikan Hakim untuk memfonis benar tidaknya suatu hasil pemikiran Filsafat (Pemikiran Rasional).
Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai periode pertengahan.Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai buku inilah diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme .Ibnu Khaldun ahali sosiologi, filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan.Anzahel ahli dan penemu teori peredaran planet.Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia atau sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama Aristoteles (384 – 322 SM).Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles.Oleh Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam Bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam kenamaan yang terus mengembangkan filsafat. Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan Ibnu Rushd.
Berbeda dengan filosof-filosof Islam pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd dilahirkan di Barat (Spanyol).Filosof Islam lainnya yang lahir di barat adalah Ibnu Baja (Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer).

M.   Pemikiran Filfasat Masa Yunani Kuno
            Pemikiran Filsafat Yunani periode awal acapakali disebut sebagai flsafat alam.Penyebutan tersebut didasarkan pada munculnya banyak ahli pikir alam yang arah dan perhatian pemikirannya lebih cenderung apa yang diamati di sekitarnya,yakni alam semesta.
            Pada masa itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta serta dengan penghuninya,akantetapi ketrerangan-keterangan ini berdasarkan kepercayaaan.Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan-keterangan itu lalu mencoba mencari keterangan melalui budinya.Mereka menanyakan dan mencari jawabnya:apakah sebetulnya alam ini.Apakah intisari nya?.Mungkin yang beraneka warna dalam alam ini dapat di pulangkan kepada yang satu atau yang tidak banyak itu.Mereka mencari inti alam,denag istilah mereka:mereka mencari arche alam.(Arche dalam bahasa Yunani berarti:mula,asal).
Tokoh-tokoh Filsuf pada masa Yunani kuno,antara lain:
1)      Thales (624-546 SM)
Orang Miletus itu digelari “Bapak Filsafat” karena dia adalah orang yang mula-mula berfilsafat.Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar,yang jarang diperhatikan orang,juga orang zaman sekarang:”What is the nature of the world stuff ?”(Mayer,1950:18) Apa sebenarnya bahn alam semesta ini?. Terlepas dari apapun jawabannya,pertanyaan ini saja telah dapat mengangkat namanya menjadi filosof pertama.Ia sendiri mefnjawab air.Jawaban ini sebenarnya amat sederhana dan belum tuntas karena memunculkan pertanyaan baru yaitu dari apa air itu?,Thales mengambil air sebagi asal alam semesta barang kali karena ia melihatnya sebagai sesuatu yang sangat diperlukan dalam kehidupan,dan menurut pendapatnya buymi ini terapung diatas air (Mayer,1950:18).
Dari pernyataan Thales tersebut maka dapat diketahui bahwa sesuatu yang sederhana pun dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat kompleks.
2)      Anaximander (610-546 SM)
Theophrastus menggambarkannya sebagai penerus dan murid Thales. Seperti Thales, Anaximender tampaknya juga campuran antara ahli astrologi, geologi, matematika, fisika dan filosof. Menurut Agathemerus, orang pertama yang berani menggambar dunia yang tak berpenghuni diatas tablet. Salah satu fragmen buku yang dikatakan telah (mengenai alam).
Anaximander berpendapat bahwa benda pembentuk dunia yang asli adalah apeiron, suatu substansi yang tidak memiliki batas atau definisi. Ia menjelaskan apeiron sebagai sesuatu yang mengelilingi segala sesuatu secara tak terbatas dan juga sebagai sesuatu makhluk dari mana semua langit dan dunia didalamnya maujud:bumi, udara, api, dan air bagaimanapun juga digerakkan oleh substansi yang tak terbatas.
Anaximander percaya bahwa bumi bentuknya bulat silinder, kedalamannya sepertiga dari lebarnya sehingga bumi seperti drum. Menurut Anaximender bumi tidak ditopang oleh apa-apa, tetapi tetap berada pada jarak yang sama dari smua benda. Ia juga berpendapat bahwa makhluk pertama yang hidup dilahirkan dalam kelembaban yang melekat pada kulit kayu yang berduri dan kemudian mengalami perkembangan kehidupan organik.

3)      Anaximenes (585-528 SM)
Adalah yang ketiga dari trio filosof yang dikenal dengan milesian. Ia diperkirakan berkibar sekitar 540 SM dan dia adalah murid dari Anaximander.
Seperti Anaximander, Anaximanes berpendapat bahwa prinsip pertama dari segala benda adalah tak terbatas. Ia menyatakan bahwa prinsip pertama tersebut adalah udara karena udaralah yang meliputi seluruh alam dan menjadika dasar hidup bagi manusia yang sangat diperlukan oleh nafasnya.
Anaximenes mengajarkan bahwa bumi datar dan melayang diudara, bahwa bintang-bintang ditanam seperti paku dalam kristal dan  benda-benda langit bergerak mengitari bumi seakan-akan seperti topi yang mengitari kepala kita. Ia juga menjelaskan bahwa terjadinya gempa bumi merujuk pada pilihan pertukaran bumi antara keadaan kering dan basah. Aetius menyatakan bahwa ia telah mengatakan matahari adalah datar seperti daun dan smua benda langit seperti api tetapi mempunyai benda-benda bumi diantara benda-benda tersebut.
4)      Pythagoras (571-496 SM)
Ia adalah ahli matematika dan mistik, lahir di Samos, sebuah pulau dekat  pantai Ionia, tetapi menghabiskan  sebagian besar hidupnya di Croton (sebelah selatan Italia). Aristoteles mengatakan bahwa pythagoras percaya bahwa angka bukan unsur seperti udara dan air merupakan prinsip semua benda : modifikasi angka sedemikian rupa menjadi keadilan , yang lain menjadi jiwa dan nalar, yang lain lagi menjadi kesempatan dan sama  halnya hampir semua benda yang lain secara angka bisa dijelaskan.
Angka, bagi pythagoras adalah materi dan makna cosmos. Ia berpendapat bahwa genap dan ganjil secara bersama-sama menghasilkan kesatuan dan kesatuan itu menghasilkan angka yang merupakan sumber semua benda.
5)      Heraclitus (544-484 SM )
Menurut Diogenes Laertius mengatakan bahwa Heraclitus sangat sombong dan angkuh hingga akhirnya menjadi manusia pembenci yang hidup di pegunungan dan memakan rerumputan serta tanam-tanaman.
Heraclitus menyatakan bahwa “You can not step twice into the same river; for the fresh waters are ever flowing upon you” (Engkau tidak dapat terjun ke sungai yang samadua kali karena air sungai itu mengalir).(Warner, 1961:26)
Menurut Heraclitus, alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah, sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, begitupun sebaliknya. Itu berarti bila kita hendak memahami kehidupan kosmos, kita mesti menyadari bahwa kosmos itu selalu bergerak dan gerakan itu menghasilkan perlawanan perlawanan-perlawanan. Pernyataan itu mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah.
6)      Parmanides (501-492 SM)
Adalah salah seorang tokoh relativisme yang penting, yang lahir pada akhir abad 16 SM. Ia adalah warga negara Elea sebelah selatan Italia. Ia dikatakan sebagai logi kawan pertama dalam segala segala filsafat, bahkan disebut filosof pertama dalam pengertian modern. Sistemnya secara keseluruhan didasarkan pada deduksi logis, tidak seperti Heraclitus, misalnya, menggunakan metode intuisi.
Dalam the way of truth Parmanides bertanya : Apa standar kebenaran dan apa ukuran realitas? Bagaimana hal itu dapat dipahami? Ia menjawab : ukurannya ialah logika yang konsisten.
Parmanides mengakui adanya pengetahuan yang tidak tetap dan berubah-ubah serta pengetahuan mengenai yang tetap yaitu  pengetahuan indra dan budi. Menurut Permanides pengetahuan budi itu sangat utama karena ia beranggapan bahwa pengetahuan indra dianggapnya keliru belaka, tidak mampu mencapai kebenaran.
7)      Zeno
Menurut Plato ia lahir pada tahun 490 SM. Zeno dikenal karena paradoknya, ia adalah murid dan pengikut Parmanides, Eleatik yang paling terkemuka, yang berpendapat bahwa relitas adalah satu, tidak berubah dan tidak bergerak, dan realitas dipahami dengan benar oleh nalar bukan indra.
Zeno dari Elea berusaha menunjukkan bahwa gerak hanya khayal belaka. Penalarannya yang paling terkenal dalam hal ini menyatakan bahwa Achilles tak akan pernah dapat mengejar kura-kura. Ini disebabkan kura-kura tadi akan selalu berada di depan Achilles pada saat ia mencapai titik tempat kura-kura itu semula. Mellisus memperbaiki pendirian Permanides dengan mengatakan bahwa ada, tidak hanya tak terhingga dalam waktu, melainkan dalam ruang. Dengan demikian pendapatnya ini menyimpang dari tradisi Yunani yang memandang ruang bersifat berhingga.

N.    Perkembangan filsafat pada zaman Yunani kuno
          Dilihat dari pendekatan historis,ilmu filsafat dipahami melalui sejarah perkembangan pemikiran filsafat.Menurut catata sejarah,filsafat barat bermula di Yunani.Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM.
            Perkembangan pemikiran ini menandai bahwa suatu usaha pemikiran manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu.Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran barat abad pertengahan,modern dan masa berikutnnya.[15]
            Pemahaman filsafat tidak dapat dilepaskan dari perjalanan panjang sejarah pemikiran manusia itu sendiri.Sebagiman pemikiran manusia pada awalnya masih diliputi dengan corak berpikir mitilogis.Corak pemikiran ini diwarnai dengan pertimbangan-pertimbangan magis dan animistik terkait dengan corak kehidupannya sehari-hari.Dalam perkembangan selanjutnya manusia mulai berpikir yang lebih rasional dengan disertai argumentasi-argumentasi logis.Dari sinilah fase awal dari berpikir secar filsafati,manusia mulai merumuskan pernyataan-pernyataan logis dan sistematis terkait dengan persoalan-persoalan yang tengah di hadapinya. Filsafat Yunani muncul dari pengaruh mitologi,mistisisme,matematika dan persepsi yang kental sehingga segalanya nyaris tidak jelas dan seakan mengacaukan pandangan dunia.Kebudayaan mereka kaya dan kreatif namun dikelilingi oleh orang-orang yang sportif dan kompetitif.Dari perkembangan pemikiran inilah muncul beberapa pemikiran filosofis pada masa Yunani kuno antara lain parmanides,Xenophanes,Thales,Aristoteles,Herklitus dan Pythagoras.[16]
            Secar umum karakteristik filsafat Yunani kuno adalah rasionalisme,yaitu suatu pemahamn tentang sebuah pengetahuan yang lebih mengutamakn akal(logika).Rasionalisme Yunani itu mencapai puncaknya pada orang-orang sofis.

O.    Tujuan, fungsi dan manfaat filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya.
Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugasfilsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual.Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).
P.      Aliran-aliran dalam filsafat
Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat sangat banyak dan kompleks. Di bawah ini akan kita bicarakan aliran metafisika, aliran etika, dan aliran-aliran teori pengetahuan.
a. Aliran-aliran metafisika
Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai kualitas (sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme, (b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok segala yang ada ini adalah esa (satu). Menurut
Thales: air menurut Anaximandros: 'apeiron' menurut Anaximenes: udara. Dualisme adalah aliran yang berpendirian bahwa unsure pokok sarwa yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda.Pluralisme adalah aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini banyak. Menurut Empedokles: udara, api, air dan tanah. Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni (a) yang melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu sebagai kejadian.
Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah: " Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh. " Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat materi. Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah: " Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat. " Aliran teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat, melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama. " Determinisme, yaitu aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka dalam mengambil putusan-putusan yang penting, tetapi sudah terpasti lebih dahulu.
" Indeterminisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa kemauan manusia itu bebas dalam arti yang seluas-luasnya.
b. Aliran-aliran etika
Aliran-aliran penting dalam etika banyak sekali, diantaranya ialah:
1) Aliran etika nuturalisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan menurutkan panggilan natural (fitrah) kejadian manusia sekali.
2) Aliran etika hedonisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan 'hedone' (kenikmatan dan kelazatan).
3) Aliran etika utilitarianisme, yaitu aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia ditinjau dari kecil dan besarnya manfaat bagi manusia (utility = manfaat).
4) Aliran etika idealisme, yaitu aliran yang menilai baik buruknya perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab-musabab lahir, tetapi haruslah didasarkan atas prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi.
5) Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang menilai baik-buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada atau tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
6) Aliran etika theologis, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai atau tidak sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos = Tuhan).
c. Aliran-aliran teori pengetahuan
Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan, bagaimana manusia mendapat pengetahuannya sehingga pengetahuan itu benar dan berlaku. Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan. Termasuk ke dalamnya:
" Rationalisme, yaitu aliran yang mengemukakan bahwa sumber pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa manusia.
" Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap pancainderanya.
" Kritisisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari luar maupun dari jiwa manusia itu sendiri.
" Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia. Termasuk ke dalamnya:
" Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambar yang baik dan tepat dari kebenaran dalam pengetahuan yang baik tergambarkan kebenaran seperti sungguh-sungguhnya ada.
" Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu sekaliannya terletak di luarnya.
d. Aliran-aliran lainnya dalam filsafat
Di samping aliran-aliran di atas, masih banyak aliran yang lain dalam filsafat. Aliran-aliran itu antara lain ialah:
1) Eksistensialisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia yang kongkret, yaitu manusia sebagai eksistensi, dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka bagi manusia eksistensi itu mendahului esensi.
2) Pragmatisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa benar dan tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung pada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak di dalam kehidupannya.
3) Fenomenologi, yaitu aliran yang berpendapat bahwa hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dan keyakinan bahwa pengertian itu dapat dicapai jika kita mengamati fenomena atau pertemuan kita dengan realitas.
4) Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya semata-mata berpangkal pada peristiwa yang positif, artinya peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.
5) Aliran filsafat hidup, yaitu aliran yang berpendapat bahwa berfilsafat barulah mungkin jika rasio dipadukan dengan seluruh kepribadian sehingga filsafat itu tidak hanya hal yang mengenai berpikir saja, tetapi juga mengenai ada, yang mengikutkan kehendak, hati, dan iman, pendeknya seluruh hidup.















ILMU
A.    Definisi Ilmu
       Ilmu berasal dari bahasa Arab : ‘alima, ya’lamu,‘ilman, dengan wazan fa ‘ila, yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar.  Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamusBahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
           Menurut “ensiklopedia Indonesia” ilmu adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu. Ilmu pengetahuan prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
       Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa inggris science , yang berasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Ilmu pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistematik, logis, dan konsisten.

B.     Sejarah Perkembangan Ilmu
Sejarah ilmu pada dasarnya merupakan sejarah pikiran umat manusia terlepas dari asal usul kebangsaan maupun asal mula negara, dan pembagian lintasan sejarah ilmu yang paling tepat adalah menurut urutan waktu dan bukan berdasarkan pembagian negara, lintasan sejarah ilmu terbaik mengikuti pembagian kurun waktu dari satu zaman yang terdahulu ke zaman berikutnya, zaman tertua dari pertumbuhan ilmu adalah zaman kuno yang merentang antara tahun kurang lebih 4000 SM-400M. Zaman kuno ini dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
  1. ± 4000- 6000 s.M : Masa Mesir dan Babilon
  2. 600-30 s.M : Masa Yunani Kuno
  3. 30 SM-400 M : Masa Romawi

Di mesir mulai tumbuh berbagai gagasan ilmiah dari pengetahuan arsitektur, ilmu gaya, ilmu hitung, ilmu ukur. Semua ilmu ini penting untuk keperluan membangun berbagai kuil, istana, dan piramid. Ilmu bedah dan ilmu kedokteran juga mulai dikembangkan di Mesir, di Babilonia dikembangkan berbagai gagasan ilmiah dari ilmu bintang dan ilmu pasti. Suatu hal lain yang perlu diketahui bahwa masih melekat pada pertumbuan ilmu pada masa yang pertama ini adalah adanya penjelasan penjelasan yang persifat gaib. Pada masa berikutnya di Yunani Kuno antara tahun 600-30 S.M mengenal siapa para pengembang ilmu serta tempat dan tahun kelahirannya.
     Ada dua jenis ilmu yang dipelajari yang pada waktu itu mendekati kematangannya,
pertama, ilmu kedokteran, praktek yang setidaknya mencoba menerapkan metode yang berdisiplin dalam pengamatan dan penarikan kesimpulan, dan
 kedua, geometri, yang sedang mengumpulkan setumpukan hasil di seputar hubungan-hubungan antara ilmu hitung yang disusun secara khusus dan sedang mendekati masalah-masalah struktur logis serta masalah-masalah definisi.
 Imuwan-ilmuwan yang terkemuka pada waktu itu di antaranya adalah Thales (±525-654 s.M.) merupakan ilmuwan yang pertama di dunia karena ia memplopori tumbuhnya Ilmu Bintang, Ilmu Cuaca, Ilmu Pelayaran, dan Ilmu Ukur dengan berbagai ciptaaan dan penemuan penting.
 Ilmuwan Yunani Kuno kedua adalah Pythagoras (578?-510 s.M.) merupakan ahli Ilmu Pasti. Ilmuwan Yunani Kuno yang ketiga adalah Democritus (±470-±400 s.M.), gagasan ilmiahnya yang terkenal ialah tentang atom.
Perkembangan ilmu pada Masa berikutnya adalah Masa Romawi yang merupakan masa terakhir dari pertumbahan ilmu pada Zaman Kuno dan merupakan masa yang paling sedikit memberikan sumbangsih pada sejarah ilmu dalam Zaman Kuno. Namun bangsa Romawi memiliki kemahiran dalam kemampuan keinsinyuran dan keterampilan ketatalaksanaan serta mengatuur hukum dan pemerintahan. Bangsa ini tidak menekankan soal-soal praktis dan mengabaikan teori ilmiah, sehingga pada masa ini tidak muncul ilmuwan yang terkemukan.
Perkembangan berikutnya pada zaman pertengahan, ribuan naskah pengetahuan dari Zaman Yunani Kuno yang terselamatkan dan diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh cendekiawan

Muslim dan sebagian ditambahi catatan ulasan, abad VII dan VIII Kaum Muslim meguasai wilayah-wilayah Asia Kecil sampai Mesir dan Spanyol. Kota-kota yang merupakan pusat-pusat kebudayaannya ialah Bagdad, Damaskus, Kairo, Kordoba, dan Toledo.
Ilmuwan-ilmuwan Muslim yang terkenal seperti Al-Razi (865-925) dan Ibnu Sina (980-1037) adalah ahli ilmu Kedokteran, Jabir ibn Hayyan (±721-±815) dalam Pengetahuan Kimia dan obat-obatan, serta dalam Ilmu Penglihatan oleh Ibn al-Haytham (965-1038).
      Pada abad XI bangsa-bangsa Eropa Utara berangsur-angsur mengetahui perkembangan pengetahuan ilmiah yang berlagsung di daerah Muslim. Dan dengan sebab itu Abad XIV-XVI dikenal Zaman Pencerahan (renaissance) di Eropa, ditandai dengan kelahiran kembali semua ilmiah maupun pengetahuan kemanusiaan dari Masa Yunani Kuno.
 Ilmuwan yang terkemuka saat itu ialah Nicolaus Copernicus (1473-1543) seorang peletak dasar Ilmu Bintang Modern. Lainnya adalah Andreas Vesailus (1514-1564) ahli Ilmu Urai Tubuh Modern. Dengan berakhirnya Zaman Pencerahan dunia memasuki Zaman Modern mulai Abad XVII, pengertian ilmu yang modern dan berlainan dengan ilmu lama atau klasik mulai berkembang dalm abad ini. Perkembangan ini terjadi karena perkembangan 3 hal, yaitu perubahan alam pikiran orang, kemajuan teknologi, dan lahirnya tata cara ilmiah.
Pada Zaman ini banyak melahirkan ilmuwan dengan teori baru di bidang ilmu pengetahuan yang beragam. Misal, Isaac Newton (1642-1727) penemu Kaidah Gaya Berat dan Teori Butir Cahaya, Thomas Robert Malthus (1766-1834) Teori Kependudukan. Setelah memasuki Abad XX pertumbuhan ilmu di dunia mengalami ledakan, karena boleh dikatakan setiap tahun puluhan penemuan hasil penelitian para ilmuwan muncul.

C.    Ciri-ciri Utama Ilmu

·         Menurut terminology
 1. ilmu adalah sebagai pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dapat dibuktikan.
 2. berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidakpernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yangmengacu ke objek (atau alam objek)yang samadan saling berkait secara logis.

 3. ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat  didalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
 4. berkaitan dengan konsep ilmu(pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasi lyang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
 5. metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah.Sebaliknya ilmu menuntut pengamatan danberpikir metodis, tertata rapi.
 6. kesatuan setiap ilmu bersumber di dalamkesatuan objeknya.

.                   D. Cabang-cabang ilmu
Ilmu berkembang pesat, demikian juga dengan cabang-cabangnya. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni, filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural science) dan filsafat moral yang kemudian berkembang kedalam cabang-cabang ilmu sosial (the social science).
Ilmu alam membagi diri menjadi dua kelompok lagi yakni ilmu alam (the physical science) dan ilmu hayat (the biologycal sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan alam kemudian bercabang lagi menjadi Fisika (mempelajari massa dan energi), Kimia (mempelajari subtansi zat), Astronomi (mempelajari benda-benda langit), dan Ilmu bumi atau the earth science (mempelajari bumi kita ini).
Pada ilmu sosial berkembang agak lambat dibandingkan ilmu alam. Pada intinya ilmu sosial meliputi Antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat), Psikologi (mempelajari proses mental dan kelakuan manusia), Ekonomi (mempelajari manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya lewat proses pertukaran), Sosiologi (mempelajari struktur organisasi sosial manusia), Ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam kehidupan manusia berpemerintahan dan bernegara).
Disamping ilmu alam dan ilmu sosial pengetahuan mencakup humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni, filsafat, agama, sejarah, dan bahasa. Matematika mencakup tentang aritmatika, geometri, teori bilangan, aljabar, trigonometri, geometri analitik, persamaan difensial, kalkulus, topologi, geometri non euclid, teori fungsi, probabilitas dan statik logika dan logika matematis.

.               E.Macam-macam Ilmu
             Pembagian ilmu pengetahuan tergantung kepada cara dan tempat para ahli itu meninjaunya. Pada Zaman Purba dan Abad Pertengahan pembagian ilmu pengetahuan berdasarkan kesenian yang merdeka, yang tediri dari dua bagian yaitu:
1.      Trivium
2.      Qudrivium
Ø  Trivium atau tiga bagian ialah:
1.      Gramatika, bertujuan agar manusia dapat menyusunpembicaraan dengan baik
2.      Dialektika, bertujuan agar manusia dapat berpikir dengan baik, formal, dan logis.
3.      Retorika, bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
Ø  Qudrivium atau empat bagian terdiri dari:
1.      Aritmatika, adalah ilmu hitung
2.      Geometrika, adalah ilmu ukur
3.      Musika, adalah ilmu musik
4.      Astronomia, adalah ilmu perbintangan

F. Klasifikasi Ilmu
      Klasifikasi atau penggolongan ilmu mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Terdapat banyak pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu  yang dapat kita temui. Pada saat ini kami akan mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menurut subyeknya dan obyeknya.
     Menurut subyeknya:
     1)Teoritis
a.Nomotetis: ilmu yang menetapkan hukum-hukum yang universal berlaku, mempelajari obyeknya dalam keabstrakannya dan mencoba menemukan unsur-unsur yang selalu terdapat kembali dalam segala pernyataannya yang konkrit bilamana dan di mana saja, misalnya adalah ilmu alam, ilmu kimia, sosiologi, ilmu hayat dan sebagianya.

b.Ideografis (ide: cita-cita, grafis: lukisan), ilmu yang mempelajari obyeknya dalam konkrit menurut tempat dan waktu tertentu, dengan sifat-sifatnya yang menyendiri (unik). Misalnya ilmu sejarah, etnografi (ilmu bangsa-bangsa), sosiologi dan sebagainnya.
         2)Praktis (applied science/ ilmu terapan)
      Adalah ilmu yang langsung ditujukan kepada pemakaian atau pengalaman pengetahuan itu, jadi menentukan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu, maka ini pun diperinci lebih lanjut yaitu:
a.Normatif, ilmu yang memesankan bagaimanakah kita harus berbuat, membebankan kewajiban-kewajiban dan larangan-laramgan misalnya: etika (filsafat kesusilaan/filsafat moral)
b.Positif, (applied dalam arti sempit) yaitu ilmuyang mengatakan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu , mencapai hasil tertentu. Misalnya adalah ilmu pertanian, ilmu teknik, ilmu kedokteran dan sebagainnya.
   Kedua macam ilmu ini saling melengkapi, jadi walaupun dibedakan tetap tidak boleh dipisahkan. Kebanyakan ilmu pengetahuan mempunyai bagian teoritis disamping bagian praktis, sehingga sering sulit diterapkan dimana suatu ilmu harus dimasukkan dalam pembagian ini, ilmu teoritis, biasannya dapat berdiri sendiri terlepas dari ilmu praktis,akan tetapi ilmu praktis selalu mempunyai dasar yang teoritis.
           Menurut Obyeknya (terutama obyek formalnya atau sudut pandangnya)
1)Universal/umum: meliputi keseluruhan yang ada,seluruh hidup manusia, misalnnya: teologi/agama dan filsafat.
2)Khusus: hanya mengenai salah satu lapangan tertentu dan kehidupan manusia, jadi obyeknya terbatas, hanya ini saja atau itu saja.inilah yang biasannya disebut” ilmu pengetahuan”.
Ini diperinci lagi atas:
          a.Ilmu-ilmu alam (natural scienses, natuurwetenschappen)
      Ilmu yang mempelajari barang-barang menurut keadaanya di alam kodrat saja, terlepas dari pengaruh manusia dan mencari hukum-hukum yang mengatur apa yang terjasi di dalam alam, jadi terperinci lagi menurut obyeknya. Termasuk di dalamnya adalah: ilmu alam, ailmu fisika, ilmu kimia, ilmu hayat dan sebainnya.
         b.Ilmu pasti (mathematics)
      Ilmu yang memandang barang-barang, terlepas dari isinya hanya menurut besarnya. Jadi mengadakan abstaraksi barang-barang itu. Ilmunya dijabarkan secara logis berpangkal pada beberapa asas-asas dasar (axioma). Termasuk di dalamnya adalah: ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu aljabar dan sebagainnya.
    c.Ilmu-ilmu kerohanian / kebudayaan (geisteswisssen-schaften/social-sciences)
       Ilmu yang mempelahari hal-hal dimana jiwa manusia memegang peranan yang menentukan. Yang dipandang bukan barang-barang seperti di alam dunia, terlepas dari manusia, melainkan justru sekadar mengalami pengaruh dari manusia. Termasuk misalnnya: ilmu sejarah, ilmu mendidik, ilmu hukum , ilmu ekonomi, ilmu sosiologi, ilmu bahasa dan sebagainnya.
Ketiga macam ilmu pengetahuan ini juga dibeda-bedakan tetapi jangan sampai dipisah-pisahkan, kerna memang berhubungan satu sama lain dan saling mempengaruhi dan melengkapi.

*      Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Menurut Para Filsuf
Dalam sub ini, kami mengambil beberapa contoh klasifikasi ilmu pengetahuan menurut para filsuf, antara lain:
1)Cristian Wolff
       Cristian Wolff mengklasifikasikan ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar , yakni ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan filsafat. Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Cristian Wolff dapat diskemakan sebagai berikut :
a.Ilmu pengetahuan empiris
1.Kosmologis empiris
2.Psikologis empiris
            b.Matematika
1.Murni : aritmatika, geometri, aljabar
2.Campuran : mekanika, dan lain-lain
             c.Filsafat
1.Spekulatif (metafisika)
a.umum:ontologi
b.khusus: psikologi, kosmologi, theology
2.Praktis
a.intelek: logika
b.kehendak; ekonomi, etika, politik.
c.pekerjaan fisik: tekhnologi

2)Auguste Comte
      Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Kemudian disusul dengan gejala pengetahuan yang semakin lama semakin rumit atau kompleks dan semakin kongkret. Karena dalam mengemukakan penggolongan ilmu pengetahuan, Auguste Comte memulai dengan mengamati gejala-gejala yang paling sederhana, yaitu gejala yang letaknya paling jauh dari suasana kehidupan sehari-hari. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:
          1.Ilmu pasti (matematika)
          2.Ilmu perbintangan (astronomi)
         3.Ilmu alam (fisika)
          4.Ilmu kimia
         5.Ilmu hayat (fisiologi atau biologi)
         6.Fisika sosial (sosiologi)
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Auguste Comte secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagi berikut:
          1.Ilmu pengetahuan
a.Logika (matematika murni)
b.Ilmu pengetahuan empiris (astronomi, fisika, biologi, sosiologi)

2.Filsafat
a.Metafisika
b.Filsafat ilmu pengetahuan
G.    Hakikat Ilmu Pengetahuan
      Secara pendekatan sitematika, hakikat ilmu masuk dalam bahasan Epistimologi, yaitu satu cabang dalam filsafat yang mengkaji  hakikat ilmu pengetahuan dari  empat segi, sumber pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan dan keabsahan pengetahuan. Atau dengan kata lain, epistimologi adalah cabang filsafat yang menjelaskan cara bagaimana menyusun pengetahuan yang benar Beberapah tokoh filsafat mendasari bahwa pengetahuan yang benar haruslah diperoleh lewat cara atau metode yang benar atau disebut dengan metode ilmiah.
      Epistimologi dan filsafat ilmu merupakan dua cabang filsafat yang mengkaji seputar pengetahuan. Keduanya merupakan wilayah filsafat yang muncul lantaran Kant bertanya: “apa yang dapat saya ketahui?” untuk membedakan keduanya bisa dilihat melalui objek pengetahuannya, jika Epistimologi mencakup segala pengetahuan termasuk pengetahuan sehari-hari sedangkan filsafat ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.
v  1.      Sumber Pengetahuan
      Pada dasarnya manusia menggunakan dua cara dalam memperoleh pengetahuan yang benar, pertama melalui rasio dan kedua melalui pengalaman. Paham yang pertama disebut sebagai rasionalisme sedangkan paham yang kedua disebut dengan empirisme.
     Rasionalisme adalah sebuah paham yang menekankan pikiran sebagai sumber utama pengetahuan dan pemegang otoritas terakhir bagi penentu kebenaran. Adapun cara kerja rasio adalah melalui berfikir deduktif, menurutnya bahwa manusia awalnya mengetahui segala sesatu itu bersifat apriori, yang prinsip-prinsipnya sudah ada sebelum manusia berusaha memikirkannya, karenanya bukanlah ciptaan pikiran manusia. Sedangkan indrawi selalu dicurigai karena selalu berubah-ubah tidak dapat menjadi landasan yang kokoh bagi ilmu pengetahuan.
    Juga sebenarnya sama yang dihadapi oleh rasio, di mana bebas dari pengalaman dan tidak dapat dievaluasi menjadikan rasionalisme dapat menyimpulkan bermacam-macam pengetahuan dari satu objek dan sulit untuk mendapat konsensus kebenaran dari semua pihak, dalam hal ini Jujun S Suriasumantri menyebut bahwa rasionalisme cenderung bersifat solipsistik dan subyektif.
     Sedangkan empirisme adalah paham yang mengatakan bahwa pengalaman indrawi adalah satu-satunya sumber dan penjamin kepastian kebenaran. Adapun metode yang digunkan adalah pengamatan induktif. Seperti besi jika dipanaskan akan memuai, demikian seterusnya dimana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan. Namun empirisme hanya akan memunculkan fakta-fakta tanpa sebenarnya dipikirkan bahwa gejala-gejala itu tidak berifat konsisten atau belum tentu berlaku umum karena mungkin saja terdapat hal-hal lain yang bersifat kontradiktif.
    Selain dua hal di atas ada sumber pengetahuan lain yaitu Intuisi dan wahyu. Intuisi adalah  kekuatan yang menurut Bargson merupakan evolusi pengalaman tertinggi manusia di mana menitik beratkan pada pengetahuan yang langusung yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang diterima para utusan Tuhan tanpa upaya dan usaha yang payah. Pengetahuan mereka atas kehendak Tuhan, Tuhan mensucikan jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran.
v  2.     Batas pengetahuan
      Persoalan pengetahuan tidak sebatas yang dikaji oleh epistimologi dan ilmu pengetahuan. Ada dua cabang filsafat lainnya yang masih berada di wilayah pengetahuan dalam sistematika filsafat, yakni logika dan metodologi.
      Logika merupakan cabang filsafat yang memusatkan kajiannya pada problema formal spesifik keteraturan penalaran. Logika hanya berurusan pada pengetahuan formal apriori yaitu hal yang tidak perlu penalaran panjang. Hubungan logika dengan filsafat pengetahuan terletak pada konteks penemuan ilmu pengetahuan dan konteks pembuktian kebenaran ilmu pengetahuan. Keduanya memerlukan ketertiban penalaran untuk mendapatkan kebenaran ilmiah, dan logika yang digunkan adalah logika induksi dan deduksi.
      Sedangkan metodologi mempunyai kajian berupa langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Cabang ini muncul karena kompleksitas problematika seputar metode memerlukan penelaahan filosofis, kritis dan mendalam. Logika mengatur tertib nalar dalam mendapatkan pengetahuan yang ilmiah sedangkan metodologi berurusan dengan langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.
      Ilmu membatasi penjelajahannya pada pengalaman manusia, karenanya ilmu memulai pada penjelajahan pada pengalaman manusia dan berhenti pada pengalaman manusia, dan itu lah batas ilmu. Diluar itu maka bukan dari batasan ilmu. Juga ilmu hanya berwenang dalam menetukan benar dan salahnya sesuatu, tentang baik dan buruk, indah dan jelek semua kembali pada sumber moral dan estetika.
v  3.      Struktur Pengetahuan
      Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat pengetahuan yang kemudian disebut pengetahuan atau ilmu. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelasakan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada. Penjelasan kemudian membedakan antara ilmu-ilmu fisik atau alam dengan ilmu-ilmu selainya seperti ilmu sosial dan seni. Penerapan sebagai sebuah ilmu yang dapat dijelaskan melalui misalnya teori dan serangkainya pengujian ilmiah. Oleh karenanaya struktur pengtahuan hanya membatasi dalam ranah pengetahuan yang bisa mampu duiterapkan dalam seuah teroi yang utuh dan umum.
v  4.      Keabsahan Pengetahuan
     Filsafat ilmu pengetahuan dan epistimologi  tidak bisa dilepasakan satu sama lain. Filsafat pengetahuan mendasarkan dirinya pada epistimologi, khususnya pada persoalan keabsahan pengetahuan. Keabsahan pengetahuan dibagi menjadi tiga teori kebenaran yakni korespondensi, koherensi dan pragmatis. Korespondensi mensyaratkan adanya keselarasan antara ide dengan semesta luar, kebenaranya bersifat empirik-induktif. Koherensi mensyaratkan antara pernyataan logis, kebenaranya bersifat formal-deduktif. Sedangkan pragmatis mensyaratkan adanya kriteria instrumental atau kebermanfaatan, kebenaranya bersifat fungsioal. Korespondensi menghasilkan ilmu-ilmu empiris seperti: fisika, kimia, biologi, sosiologi. Koherensi menghasilkan ilmu-ilmu absatrak seperti matematik dan logika. Sedangkan pragmatis menghasilkan ilmu-ilmu terapan seperti ilmu kedokteran.
            H.    Kebenaran Ilmiah
        a. Definisi kebenaran
       Kebenaran merupakan satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran).
       Dalam bahasan ini, makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilmiah)”. Poedjawiyatna mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus dengan aspek obyek yang diketahui, jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif. Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran.
Kebenaran dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam filsafat ilmu, yaitu :
1.      Kebenaran Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia,
2.      Kebenaran Ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan.
3.      Kebenaran Semantikal, adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa.
  1. Teori-teori kebenaran
Perbincangan tentang kebenaran dalam perkembangan pemikiran filsafat sebenarnya sudah dimulai sejak Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal.
Kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles hingga saat ini, dimana teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan penyempurnaan. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan mempunyai nilai kebenaran atau tidak sangat berhubungan erat dengan sikap dan cara memperoleh pengetahuan.

Berikut secara tradisional teori-teori kebenaran itu antara lain sebagai berikut:
1.      Teori Kebenaran korespondensi
Adalah suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan kenyataan yang diketahui.
2.      Teori Kebenaran koherensi (saling berhubungan)
Adalah suatu proposisi atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai benar.
3.      Teori Kebenaran pragmatis
Adalah sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.




I.      Aksiologi dalam Filsafat Ilmu
A. Pengertian Aksiologi.
     Istilah aksiologi berasal dari kata axios (yunani) yang berarti nilai, dan logos yang berarti Ilmu atau teori.Jadi Aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Yang dimaksud dengan Nilai yaitu sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.


Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.Ilmu tidak bebas nilai.Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

B. Objek Aksiologi
Dalam Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai,diantaranya Nilai tinggi dari Tuhan, Nilai Moral, Nilai Agama, Nilai Keindahan (estetika).Didalam Aksiologi tersebut mengandung pengertian yang lebih luas daripada estika.
     Aksiologi memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan , Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan?bagaimana kaitannya antara cara penggunaan dengan kaedah-kaedah moral?
     Dalam aksiologi, ada dua penilaian yang umum digunakan yaitu;
1. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku,norma dan adat istiadat manusia.Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua.Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis.Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya.Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis,sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma,adat,wejangan dan adat istiadat manusia.Berbeda dengan norma itu sendiri,etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar.Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.



Didalam etika,nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab,baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,masyarakat,alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.

Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.

2. Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan.Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
      Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan.Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal,yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.

2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.

3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif.Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif. 
J.     Fungsi Filsafat Ilmu dalam Merealisasikan Permasalahan Pendidikan
       Jujun S Suriasumantri menjelaskan bahwa salah satu sifat filsafat adalah berani berterus terang, dan mengetahui apa yang kita tahu dan belum tahu. Sedangkan ilmu adalah segala pengetahuan yang telah kita ketahui sejak lama. Berfilsafat ilmu berarti bertanya kembali tentang diri kita, apakah yang sebenarnya yang kita ketahui tentang ilmu? Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar? Keriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah?
     Pertanyaan-pertanyan di ataslah yang menjadi dasar dari bahasan filsafat ilmu. Jadi filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mengkaji ilmu dari segi ciri-ciri dan cara memperolehnya. Objek materinya adalah ilmu pengetahuan dan objek formanya adalah cara dan ciri ilmu pengetahuan. Lantas untuk apa kita mempelajari filsafat ilmu?
     Secara umum  filsafat berfungsi sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Yang sehari-hari menjadi permasalahan ilmu adalah kegunaan dari filsafat ilmu, seperti yang disampaikan oleh Jujun S Suriasumantri bahwa filsafat ilmu berfungsi untuk;
  1. Mengevaluasi segenap pengetahuan yang kita ketahui
  2. Mengetahui cakupan ilmu yang diketahui dalam kehidupan sehari-hari
  3. Mengetahui batasan ilmu
  4. Mengetahui cara berpaling dari ketidaktahuan
  5. Mengatahui kekurangan dan kelebihan ilmu Pendidikan secara luas diartikan sebagai segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan perpengaruh secara positif bagi perkembangan individu. Sedangkan secara sempit bahwa pendidikan dalam prakteknya identik dengan penyekolahan, yaitu pengajaran formal di bawah kondisi-kondisi yang terkontrol. Kedua definisi di atas kemudian membutuhkan segala perangkat agar apa yang disampaikan dalam pendidkan terlaksana, karenya unsur-unsur yang melibatkan dalam pendidikan sangat dibutuhkan, seperti tujuan pendidikan, pendidk, peserta didik, isi pendidikan, alat pendidikan, lingkungan pendidikan.
     Permasalahan di atas seputar pendidikan jika dikaitkan dengan fungsi dan hakikat filsafat ilmu akan sangat membantu dalam proses belajar mengajar. Seperti misalnya dalam filsafat membahas tentang konsep-konsep metodologis  seputar hipotesis teori hukum, paham, tentang sikap dan sikap ilmiah, serta kemungkinan meggali mengenai ilmu-ilmu alam fisik dan problem-problem di dalamnya, dan ilmu tentan hidup.
      Filsafat ilmu menurut fungsinya bila dikaitkan dalam pendidikan bisa berfungsi sebagai pengembangan managemen pendidikan. Karena dalam filsafat seorang akan memikirkan dan mencari kebenaran tentang situasi yang berada dilingkunganya, juga filsafat bukan hanya berdasarkan berada dalam ranah ideologi saja tapi juga dalam ranah metodologi. Dengan metodologi seorang akan menemukan keilmuan yang baru  yang dihasilkan dari hasil berfikir tersebut.








FILSAFAT ILMU
A.     PENDAHULUAN
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberasaan filsafat. Keberaan filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan. Perubahan dari pola pikir mite-mite ke rasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu di takuti kemudian didekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta maupun pada manusia sendiri.

B.     PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertianfilsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun olehIsmaun (2001)
·         Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat- pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
·         Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
·         A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode- metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
·         Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
·         May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
·         Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori- teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan- landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
·         Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur- prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakantelaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjaudari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmumerupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
·         Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
·         Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
·         Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982).

C.     SEJARAH FILSAFAT ILMU
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sejak abad ke-17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadaka penggolongan ilmu pengetahuan.  Pada dasarnya, penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Augute Comte, sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan umum secara tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling terkait untuk dapat berkembang lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosiologi.
Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas, keteraturan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terlebih dahulu adalah yang lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya. Jika dilihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama atau istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton : New Priciles of Chemical Philosophy.
Filsafat dimulai oleh Thales sebagai filsafat jagat raya yang selanjutnya berkembang kearah kosmologi. Dalam abad-abad selanjutnya filsafat berkembang melalui dua jalur yaitu : filsafat alam dan filsafat moral. Filsafat alam mempelajari benda dan peristiwa alamiah, sedangkan filsafat moral mempelajari ewajiban manusia seperti etika, politik dan psikologi.setelah memasuki abad ke-20 filsafat dalam garis besar dibedakan menjadi dua ragam yaitu: filsafat kritis dan filsafat spekulatif. Filsafat kritis memusatkan perhatian pada analisis secara cermat terhadap makna berbagai pengertian yang diperbincangkan dalam filsafat misslnya substansi, eksistensi, moral, realitas, sebab, nilai, kebenaran, keindahan, dan kemestian. Filsafat spekulatif sendiri merupakan nama lain dari metafisika.
D.     OBJEK FILSAFAT ILMU
 Pada dasarnya,setiap ilmu  memilki  dua objek, yaitu objek material dan objek formal. Filsafat  sebagai  proses berfikir yang sistematisn dan radikal juga memiliki  objek material dan objek formal.
1.      Objek Material
Objek material adalah objek yang di jadikan sasaran menyelidiki suatu  ilmu, atau objek yang di pelajari oleh ilmu itu, seperti  tubuh manusia adalah objek material  ilmu kedokteran. Objek material filsafat adalah segala yang ada , segala yang mencangkup ada yang tampak  dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak  adalah dunia empiris  sedangkan yang tidak tampak alam metafisika. Objek material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
2.      Objek Formal
Objek formal adalah Metode untuk memahami objek material tersebut atau sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. objek formal filsafat  adalah sudut pandang  yang menyeluruh,radikal dan rasional tentang segala yang ada.
Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebihmenaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmupengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagimanusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuanyakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang. Obyek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya: psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.
Karena  itu, filsafat oleh para filosof di sebut  sebagai induknya ilmu. Sebab ,dari filsafatlah,ilmu-ilmu modern dan konteporer berkembang. Awalnya filsafat  terbagi  pada teoritis dan praktis, filsafat teoritis mencangkup , metafisika,fisika,matematika dan logika sedangkan  filsafat praktis adalah ekonomi,politik,hokum dan etika. Setiap bidang ilmu ini kemudian  berkembang  dan menspesialisasi, seperti berkembang menjadi biologi,biologi berkembang  menjadi  anatomi ,kedokteran dan kedokteran  tersepesialisasi menjadi beberapa bagian .perkembangan ini dapatc di ibaratkan  sebuiah pohon  dengan cabang dan ranting yang semakin lama semakin rindang.
·         Lorens Bagus (dalam Sudrajat, 2008)
Lorens menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara objek material dan objek formal. Objek material merupakan objek konkrit yang disimak ilmu sedangkan objek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
·         Auguste Comte (dalam Sudrajat, 2008)
Auguste mendasarkan klasifikasinya pada objek material. Ia membuat deretan ilmu pengetahuan berdasarkan perbedaan objek material, yaitu:
  • Ilmu pasti/matematika
  • Ilmu falak/astronomi
  • Ilmu fisika
  • Ilmu kimia
  • Ilmu hayat/biologi, dan
  • Sosiologi.
Deretan tersebut menunjukkan perbedaan objek  dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks. Objek ilmu pasti adalah yang paling bersahaja karena hanya menyangkut angka yang mengikuti aturan tertentu. Oleh karena itu, matematika disebut juga ilmu pasti meskipun matematika paling bersahaja.  Matematika juga merupakan alat bagi segenap ilmu pengetahuan. Sementara itu, ilmu palak menambahkan unsur gerak terhadap matematika, misalnya kinematika. Objek ilmu alam adalah ilmu palak atau matematika ditambah dengan zat dan gaya, sedangkan objek ilmu kimia merupakan objek ilmu fisika ditambah dengan perubahan zat. Unsur gelaja kehidupan dimasukkan pada objek ilmu hayat. Adapun sosiologi mempelajari gejala kehidupan manusia berkelompok sebagai makhluk sosial.
·         Aristoteles (dalam Sudrajat, 2008)
Aristoteles memberikan suatu klasifikasi berdasarkan objek formal. Ia membedakan antara ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif). Perbedaanya terletak pada tujuannya masing-masing. Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, ialah untuk keperluan perkembangan ilmu, misalnya dalam hal preposisi atau asumsi-asumsinya. Ilmu teoritis mencakup fisika, matematika, dan metafisika. Ilmu praktis, ialah ilmu pengetahuan yang bertujuan mencari norma atau ukuran bagi perbuatan kita, termasuk di dalamnya adalah etika, ekonomia, dan politika.Poietis, ialah ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat dan teknologi. Ada perbedaan esensial di antaranya, yaitu ilmu praktis bersangkutan dengan penggunaan dan pemanfaatannya, sedangkan poietis bersangkutan dengan menghasilkan sesuatu, termasuk alat yang akan digunakan untuk penerapan.
Berdasarkan taraf abstraksinya ilmu teoritis dibagi menjadi tiga jenis. Taraf pertama, abstraksi dilakukan terhadap individualitas gejala atau kenyataan sehingga ketika berbicara tentang rumah dan manusia, yang tinggal hanya rumah atau manusia pada umumnya. Abstraksi pada taraf kedua meninggalkan kuantitas serta menimbulkan matematika yang mencakup geometri (ilmu ukur), serta aritmatika (ilmu hitung). Abstraksi pada taraf ketiga menghasilkan sesuatu yang tidak bermateri (immaterialitas) yang dipelajari dalam metafisika. Kenyataan itu ditinjau dari sudut universalitas, kuantitas, dan immaterialitas yang berarti berdasarkan objek formal.
Contoh, objek material dalam ilmu matematika yaitu tentang bilangan, sedangkan objek formal yaitu penggunaan dari lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran. Filsafat membahas bilangan sebagai objek studi material artinya filsafat menjadikan bilangan sebagai objek sasaran untuk menyelidiki ilmu tentang bilangan itu sendiri. Objek material filsafat ilmu bilangan adalah bilangan itu sendiri. Bilangan itu sendiri dimulai dari yang paling sederhana, yakni bilangan asli, bilangan cacah, kemudian bilangan bulat, dan seterusnya hingga bilangan kompleks.
Sebagai objek formal filsafat, bilangan dikaji hakikat atau esensinya. Pengkajian filsafat tentang bilangan misalnya mengenai apa hakikat dari bilangan itu, bagaimana merealisasikan konsep bilangan yang abstrak menjadi riil atau nyata, bagaimana penggunaan bilangan untuk penghitungan dan atau pengukuran.

E.     RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
Filsafat sebagai proses berpikir sistematis dan adil yang memiliki objek material dan objek formal. Dimana objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak.
Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan adapun, objek formal,dan rasional adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional tentang segala yang ada. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakain bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang peraktis.inilah peroses terbentuknya ilmu secara bersenambungan .Will Durant mengibaratkan filsafat bagaikan pasukan mariner yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri.
Pada bagian lain dikatakan bahwa filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahnya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan. Karena itu filsafat oleh para filosofi disebut sebagai induk ilmu. Sebab, dari filsafat lah, ilmu-ilmu moderen dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu teknologi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan,tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya, filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu.
Di sisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya,tetapi juga mendorong munculnay arogansi dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang lain. Tugas filsafat di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagi kepentingan. Falsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal, menyeluruh dan rasional dan begitu juga sifat pendekatan spekulatif dalm filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan,dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non-ilmiah.
Mendorong pada calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya mempertegas bahwa dalam persoalan sumberdan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. Ilmu pada perinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia,yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal.
Dari sisi lain Raghib al-Asfahani juga membagi ilmu sebagai ilmu teoritis dan aplikatif. Ilmu teoritis berarti ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya. Jika telah diketahui berarti telah sempurna, seperti ilmu tentang keberadaan dunia. Sedangkan ilmu aplikatif adalah ilmu yang tidak sempurna tanpa dipraktikkan, seperti ilmu tentang ibadah, akhlak dan sebagainya.
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Dia memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu.manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberi makna kepada kehidupan, manusia” memanusiakan diri dalam hidupnaya” dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini, semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu. Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran. Kesulitan tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat diketahui hanya benar segi subjektif. Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut Rasjidi, umumnya orang beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab. Contohnya apa yang menyebabkan Ahmad menjadi sakit.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja. Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya espistemologi.
Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu:
·         Ontologi ilmu
meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagai­mana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dua­lisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan ke­yakinan kita masing‑masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
·         Epistemologi ilmu
meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model‑model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, feno­menologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagai­mana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be­serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori ko­herensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
·         Akslologi llmu
meliputi nilal‑nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke­nyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik‑material. Lebih dari itu nilai‑nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi ke­budayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau keman­faatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan.
F.      DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU

1.      Dimensi Ontologis
Ontologis merupakan bagian dari metafisika umum. Ontologis merupakan suatu pengkajian mengenai teori yang ada.
a.        Metafisika :   Merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat yang
tersimpul dibelakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman dengan objek yang non-empiris.
Tafsiran dalam Metafisika: Animisme  alam dunia ini terdapat wujud-wujud gaib yang
bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dubandingkan alam yang nyata.
Materialisme : Apa yang ada di dunia ini yang dapat kita pelajari.
Mekanistik:   Melihat gejala alam, temasuk manusia yang merupaka gejala mkimi-fisika
semata.
Vitalistik :     Hidup adalah sesuatu yang unik dan berbeda secara subtansi dengan proses
di atas.
Monistik proses berfikir sebagai aktivitas elektro-kimia dari otak
Dualistic :      Membedakan antara zat dan kesadaran yang bagi mereka  berbeda secara
generic, secara subtansif.
b.        Asumsi dalam ilmu :
-     menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam bentuk, struktur dan sifat.
-     Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalamai perubahan dalam jangka waktu tertentu.
-     Pilihan diantara Determinase (Pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal), Pilihan bebas (Manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terkait pada hukumalam yang tidak memberikan alternative), dan probalistik (Menekankan pada keseimbangan antara kedua aliran di atas)
c.        Penggolongan ilmu
-     Plato : dialektika, fisika, etika
-     Aristoteles : logika, politik, metafisika, etika
-     Ampere : rethorika, estetika
-     Wildelband : kosmologi, noologi
-     H.A Dardini ; IPA, IPS, humaniora
d.        Pola hubungan ilmu
-     Multidisipliner  itandai oleh kegiatan studi yang tertuju pada sebuah sentral dari sudut perspektif disiplin ilmu yang terpisah tanpa adanya kesatuan konsep.
-     Interdisipliner itandai oleh interaksi dua atau lebih interdisipliner ilmu berbeda dengan bentuk komunikasi konsep atau ide.
-     Lintadisipliner itandai oleh orientasi horizontal karena melumatnya batas-batas disiplin ilmu yang sudah mapan.
e.        Tugas – tugas ilmu pengetahuan
-     Eksplanatif : menerangkan gejala-gejala alam
-     Prediktif : meramalakan kejadian-kejadian di masa depan
-     Control : mengendalikan peristiwa yang akan datang.
f.         Batas pengkajian ilmu
-     Tidak semua permasalahan kehidupan manusia dapat dijawab tuntas oleh ilmu.
-     Nilai kebenaran ilmu bersifat positif dalam arti berlakunya sampai saat ini dan juga bersifat relative atau nisbi dalam arti tidak mutlak kebenarannya.
-     Batas dan relativitas ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat.

2.      Dimensi Epistimologis
Epistimologi berarti ilmu atau teori tentang pengetahuan, yakni ilmu yang membahas tentang masalah-masalah pengetahuan.
Konsep dasar ilmu pengetahuan:
·         Fungsi panca indera bagi perkembangan ilmu pengetahuan
·         Fungsi akal bagi perkembangan ilmu pengetahuan
·         Peranan budi dalam menemukan hakikat kenyataan
Hukum sebab akibat : seseorang mendapat pengetahuan tentang suatu masalah denagn jalan menyusun pikiran untuk mengetahui sebab kejadiannya dan akibatnya.
Sumber pengetahuan : pengalaman (aliran empirisme), akal atau rasio (aliran rasionalisme), budi sebagai sumber pengetahuan sejati (aliran kritisme).
Batas –batas pengetahuan : yang dapat dipercaya adalah hanya apa yang sekarang, pada saat ini, yang diberikan kepada kita dalam pengalaman (aliran skeptisisme), adanya kebenaran objektif, terlepas dari subjek-subjek yang diketahuinya (aliran objektivisme), kesadaran akan tujuan pada barang sesuatu, benda yang dituju (aliran fenomenologisme)
Objek pengetahuan : objek rasa, objek bukan rasa, dan objek luar rasa.
Metode ilmu pengetahuan : metode induksi dan metode deduksi
3.      Dimensi Aksiologis
Aksiologi adalah studi tentang nilai atau kualitas. Satu wilayah penting penelitian untuk aksiologi ini adalah aksiologi formal dan kekakuan matematis.

G.    SUBSTANSI FILSAFAT ILMU
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empatbagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan:
1.      Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandangfilosofis yang melandasinya. Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya. Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai. Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif. Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan faktailmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyekkegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksiterhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsifakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis.Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan daribahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuksuatu deskripsi ilmiah.
2.      Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secaratradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif,kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannyasatu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
a.       Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang laindengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baikberupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional maupun pada dataran transendental.
b.      Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevandengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atauberlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan beliefyang diyakini, yang sifatnya spesifik.
c.       Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukanapapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orangmengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkandalam tindakan.
d.      Kebenaran pragmatic
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memilikikegunaan praktis.
e.       Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentangdari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bilaproposisi-proposisinya benar.  Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuaidengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwaproposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benarmaterialnya.
f.       Kebenaran struktural paradigmatic
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan darikebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisisstatistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya.Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akanmampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.      Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, ataumemberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasiabsolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi,postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bilamengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksiatau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif,deduktif, ataupun reflektif.
4.      Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logikamatematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenarankorespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yangdipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifatspesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitianberupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional,koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkankebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjirmengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan strukturalparadigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu,yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika deduksi dan logika induksi.
·         Deduktif
 Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi.Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulanyang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan polaberpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuahkesimpulan.Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebihdahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuahkesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkangaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
·         Induktif
 Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dariberbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai denganmengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatasdalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-halkhusus ke umum.Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belumditeliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.

H.     CORAK DAN RAGAM FILSAFAT
Smaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya: Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu :  meta ideologi, meta fisik dan metodologi disiplin ilmu.
Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia. Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etikdimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampilmemenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambahhuman.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjaditidak merusak lingkungan.

I.       METODE FILSAFAT ILMU
Sebenarnya jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya dengan defenisi dari para ahli dan filsuf sendiri karena metode ini adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Penjelasan secara singkat metode-metode filsafat yang khas adlah sebagai berikut:
1.      Metode Kritis : Socrates dan plato
Metode ini bersifat analisis istilah dan pendapat atau aturan-aturan yang di kemukakan orang. Merupakan hermeneutika, yangmenjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak yang akhirnya di temukan hakikat.
2.      Metode Intuitif : Plotinus dan bergson
Dengan jalan metode intropeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol di usahakan membersihkan intelektual (bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan pemikiran. Sedangkan bergson dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3.      Metode Skolastik : aristoteles, thomas aquinas, filsafat abad pertengahan.
Metode ini bersifat sintetis-deduktif dengan bertitik tolak dari defenisi-defenisi atau prindip-prinsip yang jelas dengan sendirinya di tarik kesimpulan-kesimpulan.
4.      Metode Geometris : rene descartes dan pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks di capai intiuisi akan hakikat-hakikat sederhana (ide terang dan berbeda dari yang lain), dari hakikat-hakikat itu di dedukasikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5.      Metode Empiris :Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide) dalam intropeksi di bandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian di susun bersama secara geometris.
6.      Metode Transendental : Immanuel Kant dan Neo skolastik
Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis di selidiki syarat-syarat apriori  bagi pengertian demikian.
7.      Metode fenomenologis : Husserl, Eksistensialisme
Yakni dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atau fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni. Fenomelogi adalah suatu aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakkan diri, atau yang membicarakan gejala.  Hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan dan menurut Husserl ada tiga macam reduksi yaitu:
a.       Reduksi fenomologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita agar mendapat fenomena semurni-murninya.
b.      Reduksi eidetis.
c.       Reduksi transcendental
8.      Metode Dialektis : Hegel dan Mark
Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri menurut triade tesis, antitetis, sistesis di capai hakikat kenyataan. Dialektis itu di ungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu dua pengertian yang bertentangan kemudian di damaikan (tesis-antitesis-sintesis).

9.      Metode Non-positivistis
Kenyataan yang di pahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta). 
10.  Metode analitika bahasa : Wittgenstein
Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. Metode ini di nilai cukup netral sebab tidak sama sekali mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya adalah semua kesimpulan dan hasilnya senantiasa di dasarkan kepada penelitian bahasa yang logis.

J.      FUNGSI DAN TUJUAN FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu diharapkan dapat mensistematiskan, meletakkan dasar, dan memberi arah kepada perkembangan sesuatu ilmu maupun usaha penelitian ilmuan untuk mengembangkan ilmu. Dengan filsafat ilmu, proses pendidikan, pengajaran, dan penelitian dalam suatu bidang ilmu menjadi lebih mantap dan tidak kehilangan arah.
Secara umum, fungsi filsafat ilmu adalah untuk :
-     Alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
-     Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
-     Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
-     Memberikan ajaran tentang moral dan etika  yang berguna dalam kehidupan.
-     Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan.
Tujuan filsafat ilmu adalah:
1.         Mendalami unsur-unsur pokok ilmu,secara menyeluruh kita dapat memahami sumber,hakikat dan tujuan ilmu.
2.         Memahami sejarah pertumbuhan ,permbangan dan kemajuan ilmu berbagai bidang, sehingga kita dapat  gambaran ilmu kontemporer secra  histories.
3.         Menjadi pedoman para dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan pengetahuan ilmiah dan nonilmiah.
4.         Mendorong para ilmuwan  untuk tetap konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5.         Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu  dan agama tidak ada pertentangan.
                                                                                                 
K.    PERSAMAAN DAN PERBEDAAN  FILSAFAT DAN ILMU
Filsafat merupakan cara berpikir yang kompleks, suatu pandanga atau teori yang sering tidak bertujuan praktis, tetapi teoritis, filsafat selalu memandang sebab-sebab terdala, tercapai dengan akal budi murni. Filsafat membantu untuk mandalami pernyataan asasi manusian tentang makna realitas dan ruang lingkupnya yang dapat dipelajari secara sistematik dan historis.
Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Ilmu membuka mata kita terhadap berbagai kekurangan. Ilmu tidak mengikat apresiasi kita terhadap ilmu itu sendiri. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan dapat digambarkan sebagai bagan segitiga penyusun menjadi ilmu.
Fisafat ilmu adalah segenap pemikiran yang reflekstif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu terhadap lambing-lambang dan struktur penalaran tentang sistem lambing yang digunakan. Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana dan postulat mengenai lmu. Filsafat ilmu merupakan studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditunjukan untk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu
Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:
1.      Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknyamenyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2.      keduanya memberikan  pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian  yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebabnya
3.      Keduanya hendak memberikan sintetis yaitu suatu pandangan yang bergandeng.
4.      keduanya mempunya metode dan system
5.      Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruh timbul dari hasrat manusia(objektivitas)akan pengetahui yang lebih mendasar.
Perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebai berikut:
·         Objek material (lapangan)filsafat itu bersifat universal (umum) segala sesuatu yang ada. Sedangkan objek material ilmu  itu bersifat khusus dan emperis.
·         Objek formal(sudut pandang) fil;safat itu bersifat non fragmatis kerena mencari pengertian  dari segala sesuatu  yan ada tu secara luas mendalam dan mendasar. Sedangkan fragmatis,spesifik dan intensif.
·         Filsafat dilaksanakan  dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi ,kritis dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error,oleh karena itu  ,nilai ilmu terletak oleh kegunaan pragmatis sedangkan filsafat timbul  dari nilai.
·         Filsafat memuat pertanyaan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari,sedangkan ilmu bersifat dikursif yautu menguriakan  secar logis yang di mulai dariu tidak tahu.
·         Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir,yang mutlak, dan mendalam dan sampai mendasar(primary cause).            

                  
REFRENSI:
Adib, H. Mohamad. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar



Tidak ada komentar:

Posting Komentar