A.
Pengertian
Filsafat
Kata
falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
bahasa Arab , yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa
ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia =
persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti
harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi
yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir
ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami
bidang falsafah disebut “filsuf”.
Definisi
kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi,
paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari
seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. Ini didalami tidak dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa
dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan
logika berpikir dan logika bahasa.
Logika
merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat.
Hal itu membuat filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu
berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan
couriousity ‘ketertarikan’. Manusia Yunani pertama-tama mencoba menerangkan
dunia dengan kejadian-kejadian yang menyertainya secara mitologis dan lepas
dari kontrol rasio. Selanjutnya semuanya itu kemudian diterangkan dan disusun
secara sistematis karena dengan mencari suatu keseluruhan yang sistematis,
mereka mampu mengerti hubungan antara mite itu dan menyingkirkan mite yang tak
dapat dicocokkan dengan mite yang lain.
Pemikiran
mitologis tersebut dikaitkan dengan pemikiran keagamaan. Alasan mereka adalah,
‘karena makhluk-nakhluk merupakan dasar alam, maka makhluk-makhluk itu perlu
dipuja dan disembah. Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan
masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang
diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi kemudian secara
perlahan-lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu).
Pada saat
inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain
yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam
mencari keterangan tentang alam semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal
mitis yang secara turun-temurun diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka
mulai berpikir sendiri. Di balik aneka kejadian yang diamati secara umum,
mereka mulai mencari suatu keterangan yang memungkinkan mereka mampu mengerti
kejadian-kejadian itu. Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati
problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional. Sebab hanya dengan
cara semacam ini, terbukalah kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan
penilaian serta kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah yang
memunculkan filosof-filosof pada jaman Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.
Dalam
tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang
menyangkut tema tertentu. Tema-tema itu adalah: ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.
·
Tema
pertama adalah ontologi.
Ontologi membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan
dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam
semesta, makhluk hidup, atau tata surya.
·
Tema
kedua adalah epistemologi.
Epistemologi adalah tema yang mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara
harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang
pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
·
Tema
ketiga adalah aksiolgi.
Aksiologi yaitu tema yang membahas tentang masalah nilai atau norma sosial yang
berlaku pada kehidupan manusia. Nilai sosial .
B.
Munculnya
Filsafat
Filsafat,
terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M..
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan
diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di
daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir.
Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada
kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang
Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang
di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja
ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan
Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah
filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini
menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
C.
Klasifikasi
filsafat
Dalam membangun tradisi filsafat
banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan
karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan
agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa
diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa
ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan
menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat
Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”. Sementara latar belakang
agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”, “Filsafat Budha”, “Filsafat Hindu”, dan
“Filsafat Kristen”.
·
Filsafat
Barat
‘‘‘Filsafat
Barat’’’ adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di
universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini
berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Tokoh utama filsafat Barat
antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel,
Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul
Sartre.
·
Filsafat
Timur
‘‘‘Filsafat
Timur’’’ adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di
India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya.
Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama.
Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat,
terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih
lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain
Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga
Mao Zedong.
·
Filsafat
Timur Tengah
‘‘‘Filsafat
Timur Tengah’’’ ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat
dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga
merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah
yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga
beberapa orang Yahudi!), yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah
dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka
menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika
Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan
melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari
karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh
orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina),
Ibnu Tufail, Kahlil Gibran (aliran romantisme; kalau boleh disebut bergitu)dan
Averroes.
·
Filsafat
Islam
‘‘‘Filsafat Islam’’’ bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan ‘sudah ditemukan.’
‘‘‘Filsafat Islam’’’ bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan ‘sudah ditemukan.’
D.
Cabang-cabang
Filsafat
Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti aristoteles (384-322 SM)
dan Imanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian
dalam karya-karya mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema
besar tersebut masing-masing dikaji dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan
merupakan bidang kajian metafisika, nilai adalah bidang kajian aksiologi, dan
pengetahuan merupakan bidang kajian epistimologi[5].
Namun ada
juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik objeknya.
Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua, yaitu :
1. filsafat umum/murni
a. Metafisika, objeknya adalah hakikat
tentang segala sesuatu yang ada.
b. Epistemologi. Objeknya adalah pengetahuan/
kenyataan
c. Logika. Merupakan studi penyusunan
argumen-argumen dan penarikan kesimpulan yang valid. Namun ada juga yang
memasukkan Logika ke dalam kajian epistimologi.
d. Aksiologi. Objek kajiannya adalah
hakikat menilai kenyataan.
2. Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji
pada salah satu aspek kehidupan. Seperti misalnya filsafat hukum, filsafat
pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagai.
Pembagian
cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang mengklaim bahwa
pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali pula membahas
masalah-masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan
etika. Ini misalnya tampak dari filsafat Heidegger. Dalam bukunya yang
terkenal, Being and Time (1979), dia menulis bahwa filsafatnya
dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui bahwa
“ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai
keotentikan, kecemasan, dan pengalamn-pengalaman manusia dalam kehidupan
sehari-hari
·
Metafisika
Koestenbaum (1968) mendefinisikan
metafisika sebagai studi mengenai karakteristik-karakteristik yang sangat umum
dan paling dasar dari kenyataan yang sebenarnya (ultimate reality).
Metafisika menguji aspek-aspek kenyataan seperti ruang dan waktu, kesadaran,
jiwa dan materi, ada (being), eksistensi, perubahan, substansi dan
sifat, aktual dan potensial, dan lain sebagainya.
Metafisika pada asasnya meneliti
perbedaan antara penampakan (appearance) dan kenyataan (reality).
Ada sejumlah aliran yang mencoba mengungkap hakikat kenyataan di balik
penampakan tersebut. Misalnya aliran naturalism dan materialism percaya bahwa
kenyataan paling dasar pada prinsipnya sama dengan peristiwa material dan
natural. Sejak zaman Yunani kuno sebagian besar filsafat diwarnai oleh
pemikiran-pemikiran metafisik, kendati cukup banyak juga filsuf yang meragukan
dan menolak metafisika. Para filsuf yang menolak metafisika beralasan bahwa
metafisika tidak mungkin karena melampaui batas-batas kemampuan indera untuk
membuktikan kebenaran-kebenarannya. Kebenaran-kebenaran yang dikemukakan oleh
metafisika terlalu luas dan spekulatif, sehingga tidak dapat dibuktikan dan
diukur kebenarannya[9]. Dalam perkembangannya, metafisika
kemudian dibagi lagi menjadi tiga sub cabanga, yaitu :
a. Ontology, mengkaji persoalan-persoalan
tentang ada (dan tiada)
b. Kosmologi, mengkaji
persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul, dan unsur-unsur yang
membentuk alam semesta
c. Humanologi, mengkaji persoalan-persoalan
tentang hakikat manusia, hubungan antara jiwa dan tubuh, kebebasan dan
keterbatasan manusia
d. Teologi, mengkaji
persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama
·
Epistemologi
dan Logika
Istilah epistemology
berasal dari bahasa Yunani, yakni episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang berarti teori.dengan demikian epistemology adalah suatu kajian atau
teori filsafat mengenai esensi pengetahuan.
Menurut
Koestenbaum (1968), secara umum epistemology berusaha untuk mencari
jawaban atas pertanyaan “apakah pengetahuan?”. Tetapi secara spesifik
epistemology berusaha menguji masalah-masalah yang kompleks, seperti hubungan
antara pengetahuan dan kepercayaan pribadi, status pengetahuan yang melampaui
panca indera, status ontology dari teori-teori ilmiah, hubungan antara
konsep-konsep atau kata-kata yang bersifat umum dengan objek-objek yang
ditunjuk oleh konsep-konsep atau kata-kata tersebut, dan analisis atas tindakan
mengetahui itu sendiri.
Menurut
J.F. Ferrier, epistemology pada dasarnya berkenaan dengan pengujian filsafati
terhadap batas-batas, sumber-sumber, struktur-struktur, metode-metode dan
validitas pengetahuan.
Logika
sebagai salah satu cabang filsafat pada dasarnya adalah cara untuk menarik
kesimpulan yang valid. Secara luas logika dapat didefinisikan sebagai
pengkajian untuk berfikir secara sahih. Ada banyak cara menarik
kesimpulan. Namun secara garis besar, semua itu didigolongkan menjadi dua cara
yaitu logika induktif dan logika deduktif.
Logika
induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika
deduktif berhubungan dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang umum
menjadi kesimpulan yang bersifat khusus atau individual. Baik logika induktif
maupun logika deduktif, dalam proses penalarannya mempergunakan premis-premis
yang berupa pengetahuan yang dianggap benar. Ketepatan penarikan kesimpulan
tergantung dari tiga hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor
dan keabsahan pengambilan keputusan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur
tersebut tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.
·
Aksiologi
Aksiologi
merupakan kajian filsafat mengenai nilai. Nilai sendiri adalah suatu kualitas
yang kita berikan kepada sesuatu objek sehingga sesuatu itu dianggap bernilai
atau tidak bernilai. Pada masa kini objeknya lebih banyak berupa sains dan
teknologi. Peradaban manusia masa kini sangat bergantung pada ilmu
pengetahuan (sains) dan teknologi. Berkat kemajuan pada kedua bidang ini pemenuhan
kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Banyak sekali
penemuan-penemuan baru yang amat membantu kehidupan manusia, seperti misalnya
penemuan dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Namun di
pihak lain, perkembangan-perkembangan tersebut mengesampingkan factor manusia.
Di mana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan
kebutuhan manusia, namun sering kali kini yang terjadi adalah sebaliknya.
Manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi
tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi manusia,
melainkan dia ada bertujuan untuk eksistensinya sendiri. Dewasa ini ilmu bahkan
sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan
manusia itu sendiri.
Aksiologi
diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang ada. Masalah nilai moral tidak bisa terlepas dari tekat manusia untuk
menemukan kebenaran. Sebab untuk menemukan kebenaran dan kemudian terutama
untuk mempertahankannya, diperlukan keberanian moral.
Dihadapkan
dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang
bersifat merusak ini, para ilmuwan terbagi menjadi dua golongan pendapat.
Golongan
pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersikap netral terhadap nilai-nilai, bik
itu secara ontologis, mau pun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah
menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain dalam mempergunakannya,
apakah untuk kebaikan atau untuk keburukan.
Golongan
kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai
hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan. Sedangkan dalam penggunaannya bahkan
pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas
moral[12].
Nilai yang
menjadi kajian aksiologi ada dua, itu sebabnya aksiologi dibagi menjadi dua sub
cabang yaitu :
a. Etika. Kajian filsafat mengenai baik dan
buruk, lebih kepada bagaimana seharusnya manusia bersikap dan bertingkah laku,
apa makna etika atau moralitas dalam kehidupan manusia
b. Estetika. Nilai yang
berhubungan dengan keindahan (indah dan buruk). Mengkaji mengenai keindahan,
kesenian, kesenangan yang disebabkan oleh keindahan.
E.
Pengertian Filsafat Sejarah
Sebelum
kita melangkah lebih jauh membahas mengenai apa itu filsafat sejarah, ada
baiknya pemakalah mengklasifikasikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan filsafat
dan apa itu itu sejarah.
·
Pengertian
filsafat
Filsafat , berasal dari kata yunani ‘’Philos dan Shopia’’.
Philos artinya, senang, cinta, gemar dan Shopia artinya hikmat atau kebenaran,
kebijaksanaan. Philoshopia artinya cinta atau gemar, senang pada kebenaran,
atau hikmat serta kebijaksanaan.
Filsafat adalah” induk pengetahuan’’, Istilah filsafat
telah dikenal manusia sejak 2.000 tahun yang lalu, pada masa yunani kuno. Di
Meletos, Asia Kecil, tempat perantauan orang yunani,di sanalah awal mulanya
muncul filsafat. Mula-mula jejak awal filsafat ini, ditandai oleh munculnya
tokoh-tokoh pemikir besar pada zaman itu sepaerti Thales, Anaximandros dan
Anaximenes. Thales lah orang pertama yang mempersoalkan; substansi terdalam
dari segala sesuatu.’’ Dan dari situlah munculnya pengartian-pengertian
kebenaran yang hakiki.
Mengenai filsafat, banyak Ilmuan-ilmuan dari Timur Tengah.
Mengenai pengertian filsafat Al-farabi mengatakan: “Nama filsafat berasal dari
bahasa Yunani, masuk kedalam bahasa Arab. Orang-orang Yunani menguapkannya filasufia
yang berari mengutamakan hikmah. Kata tersebut alam bahasa mereka berasal
dari dua kata: fila dan sufia. Fila berarti mengutamakan dan sufia
berarti hikmah, kata filosof diambil dari kata asal filsafat dalam bahasa
Yunani disebut filosofus. Perubahan suara pengucapan dari akar kata
seperti itu sering terjadi dalam bahasa Yunani. Kata filosofus bermakna
orang yang mengutamakan hikmah.
Ini artinya bahwa semua ilmu bertujuan untuk mencari
kebenaran agar manusia dapat bertindak secara bijaksana. Bijaksana atau
arif merupakan panduan pengalaman dan pengetahuan plus kekuatan untuk
mengaplikasikannya dalam kehidupan. Penerapannya berupa sikap adil,
propesional, lapang dada, tetapi juga tegas dalam membela prinsip yang telah di
sepakati. Karna itu di perguruan tinggi negara-negara barat, posisi akademik
tertinggi di sebut Ph.d (doctor of philosophy) apapun di siplin
ilmunya. Dengan memberikan bobot philosophy kepada gelar tertinggi yang
telah di raih oleh seseorang diharapkan pemegangnya mampu mengembangkan
kearifan dalam mengatur dunia ini karna seorang filosof pencinta wisdom.
Gagasan awal itu sangat ideal, sekalipun dalam perkembangannya
akhir-akhir ini dunia semakin sekuler. Pemegang Ph.d boleh jadi hanyalah
seorang tukang tin gkat tinggi minus kearifan. Hal ini tarjadi sebagai akibat
dari proses spesialisasi yang melupakan induk
ilmu
itu sendiri. Ilmuan yang hanya terpukau dan terpakau oleh kajian
khususnya tanpa menghubungkannya dengan panaroma kehidupan yang luas
terbentang, sama artinya dengan orang yang sengaja mengurung diri dalam
sebuah sangkar kecil, mungkin cantik, tetapi apalah maknanya bagi kepentingan
kehidupan yang luas tak bertepi ini.
Filsafat sebagai induk dari semua ilmu harus menjadi
titik kembali bagi semua di siplin ilmu agar tidak ingin kehilangan misi ilmu
yang sebenarnya, mencari kebenaran dan dengannya manusia menjadi arif.
Mengingat filsafat merumuskan kebenaran didasarkan pada hasil perenungan
mendalam manusia secara logis maka kebenaranya bersifat utopia (idealitas),
sehingga belum tentu dapat di temui dalam kehidupan nyata . agar dapat di
ketahui sejauh manakah realita itu mendekatkan realitas. Upaya penerapan
idealitas harus selalu mempertimbangkan realita yang ada. Kita harus mengetahui
kebaikan-kebaikan dan juga kelemahan-kelemahan dari realita yang sedang kita
hadapi; lalu kita merumuskan langkah-langkah yang di perlukan bagi upaya
perbaikan tersebut dengan mengingat pada sumber daya yang di miliki dan
tantangan-tantangan yang di hadapi. Tantangan-tantangan itu harus di
perhitungkan secara masak-masak agar usaha menegakkan kebenaran itu tidak
menimbulkan gejolak yang tidak terkendali dengan dampak pecahnya kekerasan yang
bertolak belakang dengan misi kebenaran: damai, sejahtera, adil, dan bebas.
·
Pengertian
Sejarah
Pengertian Sejarah berasal dari
bahasa Arab yaitu syajara berarti terjadi, syajarah berarti
pohon, syajarah an-nasab berarti pohon silsilah; bahasa inggris history,
bahasa Lstin dan Yunani historia, dari bahasa Yunani histor atau
istor berarti orang pandai.
Menurut
Hegel, sejarah adalah perkrmbangan Roh dalam Waktu, sedangkan Alam adalah
perkembangan Ide dalam Ruang. Sistem menyeluruh Hegel dibangun diatas di atas
tiga unsure ( the great triad):
Ide-Alam-Roh. Ide dalam dirinya sendiri adalah sesuatu yang terus berkmbang,
dinamika realitas dari dan yang berdiri di balik layar-atau sebelum-dunia.
Antitesis dari Ide yang berada dari luar dirinya, yaitu Ruang, adalah Alam.
Alam terus berkembang, setelah mengalami taraf perkembangan kehidupan mineral
dan tumbuhan kedalam diri manusia. Dan dalam diri manusia terdapat kesadaran
yang membuat Ide menjadi sadar akan dirinya sendiri.
Hemat saya, seperti yang dijelaskan oleh Hegel diatas bahwa
Roh adalah kesadaran-diri, sadangkan antitesis Ide dan Alam dan perkembangan
dari kesadaran inilan yang disebut sejarah. Filsafat sejarah adalah ilmu
filsafat yang ingin memberi jawaban atas sebab dan alasan segala
peristiwa sejarah. Jelasnya, filsafat sejarah adalah salah satu bagian filsafat
yang ingin menyelidiki sebab- sebab terakhir dari suatu peristiwa, serta ingin
memberikan jawaban atas sebab dan alasan segala peristiwa sejarah. Filsafat
sejarah mencari penjelasan serta berusaha masuk kedalam pikiran dan cita-cita
manusia dan memberikan keterangan tentang bagaimana munculnya suatu negara,
bagaimana proses perkembangan budayanya sampai mencapai puncak kejayaanya dan
akhirnya mengalami kemunduran seperti pernah di alami oleh negara-negara atas
pada zaman yang lalu peran pemimpin-pemimpin terkenal sebagai subyek pembuat
sejarah pada zamannya.
F.
Aliran-Aliran dalam Filsafat
Aliran Rasionalisme.
Aliran Rasionalisme berpendapat bahwa semua pengetahuan
bersember pada akal pikiran atau rasio. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai
berikut: Rene Descartes (1596-1650), ia membedakan adanya tiga ide
yaitu: Innate ideas (ide bawaan), yaitu sejak manusia lahir,
atventituus ideas, yaitu ide-ide yang berasal dari luar manusia dan ide
yang di hasilkan manusia itu sendiri, yaitu disebut factitious ideas. Tokoh
rasinalisme yang lain adalah Spinoza (1632-1677) dam Leibniz (1646-17160.
Sehubungan dengan itu, yang paling penting Filsafat adalah ‘’dinamisme’’nya
Leibniz ian bependapat bahwa sesuatu pada hakikatnya merupakan ‘’energi’’,
‘’kehendak’’, dan ‘’kekuatan’’ atau (dinamis).
Aliran Empirisme
Empirisme adalah aliran yang berpendirian bahwa semua
pengetahuan diperoleh melalui pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman
(kesan-kesan) dari alam empiris, selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul
dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman. Tokoh-tokohnya adalah: John
Locke (1632-1704); dibedakan menjadi dua macam yaitu: (a) pengalaman luar
(sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar, dan (b) pengalaman
dalam (batin) (Reflexion). Kedua pengalaman tersebut merupakan ide-ide yang
sederhana, yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk ide yang kompleks.
Aliran Kritisime
Kritisme yang menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan
pengetahuan dari empiris (yang meliputi indra dan pengalaman). Kemudiam akal
menempatkan, mengatur, dan menerbitkan dalam bentuk-bentuk pengamatn yakni
ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan
pengolahan akal merupakan pembentukannya. Tokoh-tokohnya adalah Immanuel Khant
(1724-1804). Aliran kritisme kant tampaknya mensintesiskan antara rasionalisme
dan empirisme.
Aliran Skeptisme
Skeptisme, yang menyatakan bahwa penserapan indra adalah
bersifat menipu atau menyasatkan. Namun pada zaman modern berkembang menjadi
skeptisme metodis (sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum sesuatu
pengetahuan diakui benar. Tokoh-yokohnya adalah Rane Descartes (1596-1650).
Aliran Idealisme
Aliran idealisme ialah suatu aliran filsafat metafisika yang
berpendapat, bahwa hakikat dunia atau kenyataan itu ialah ide, yang
sifatnya rohani atau inteligasi. Dunia yang tampak saat ini hanya ‘’maya’’
bayangan /impian belaka. Filosof besar Plato sbagai pelopor aliran ini
berpendapat, bahwa dunia hakiki ialah dunia ide, dan dunia gejala itu hanyalah
bayangan saja dari dunia hakiki itu. Dunia hakiki menurut Plato adalah
dunia yang sempurna, dunia yang ideal, dimana terdapat mahluk-makhluk
prototipe yang ideal (seperti kekudaan), sedangkan dunia duniawi itu adalah
dunia yang tidak sempurna, karna hanya perwujudan dari dunia hakiki, seperti
contohnya banyak kuda yang tidak sama.
Aliran Realisme.
Aliran realisme berpendapat, bahwa di luar kesadaran kita
yang mengetahui segala benda memang ada sesuatu sungguh-sungguh nyata, ada
(real), yang dapat di amati oleh pikiran kita melalui alat indra. Dalam sejarah
filsafat, Aristoteles termasuk pelopor aliran filsafat realis yang klasik, yang
mengatakan, bahwa dia mengakui kenyataan dunia, yang terdiri atas benda-benda
individual, serta terdiri atas zat benda, atau materi dan bentuk, sehingga zat
itu mempunyai bentuk dan rupa yang dapat kita amati.
Aliran Materialisme dan Nuturalisme
Aliran materialisme berpendapat, bahwa hakikat dunia ialah
materi. Domokritos seorang ahli filsafat Yunani kuno telah menciptakan teori
atom (yang artinya tidak dapat di belah). Atom di anggap zat-benda yang paling
kecil, yang mengisi segala-galanya, yang kosong. Tidak ada apa-apanya disebut
Vaccum, dan yang penuh di sebut Plenum. Aedangkan naturalisme menganggap bahwa,
satu-satunya yang ada ialah alam atu natur, yang terdiri atas benda-benda yang
ber zat, menempati ruang dan mengalami perubahan dalam waktu. Ilmu pengetahuan
IPA mempelajari hukum-hukum yang menguasai alam atau benda ini, di
antaranya dengan ilmu fisika dan ilmu kimia.
Aliran Pragmatisme
Istilah pragmatisme sering di hubungkan dengan dua tokoh
dari Amerika Serikat yaitu, William James (1842-1910) dan John Dewey
(1859-1952). Kaum pragmatisme mengakui terus terang bahwa, mereka tidak
dapat mengetahui dengan pasti hakikat dunia atau alam, seperti yang di kem
ukakan oleh kaum materelistis, kaum idealis, dan kaum realis. Pragmatisme
menganggap, bahwa manusia dengan segala keterbatasan peralatanya, tedak akan
mampu mengetahui hakikat alam semesta,karna alam sering berubah oleh hukum
waktu. Pragmatisme menyadari sekali, bahwa pengetahuan kijtra selalu memerlukan
revisi, bahwa pengetahuan kita selalu memerlukian revisi dan rekonstruksi untuk
menyesuaikan dengn perubahan zaman. Tetapi di sisi lain pragmatisme juga
menyadari bahwa pengetahuan sangat diperlukan untuk memperbaiki khidupan
manusia.
G. Tujuan filsafat sejarah
Filsafat
sejarah bertujuan sebagai berikut:
a. Untuk mnyelidiki sebab-sebab
terakhir peristiwa sejarah agar dapat di ungkapkan hakikat dan makna yang
terdalam tentang peristiwa sejarah.
b. Memberikan pertanyaan atas jawaban
“kemanakah arah sejarah’’ serta menyelidiki semua sebab timbulnya semuaa
perkembangan segala sesuatu yang ada.
c. Melali studi mendalam tentang
filsafat sejarah, dapat membentuk seseorang memiliki vision atau wawasan
dan pandangan yang luas.
d. Studi filsafat sjarah dapat
menjadikanseseorang berfikir analitis-kronologis serta arif-bijaksana atau
wisdom.
e. Filsafat sejarah bertujuan membentuk dan
menyusun isi, hakikat serta memberi makna dari pada sejarah menyusun suatu
pandangan dunia untuk filsafat sejarah serta pandangan berwawasan nasional
untuk Filsafat Sejarah Nasional Indonesia.
Selain penjelasan diatas tentang tujuan filsafat sejarah,
pemakalah juga mengajak teman-teman pembaca untuk lebih kritis dalam menilai
dan menimbang setiap sejarah dari abad-abad sebelumnya, mampu merinci setiap
kejadian dalam sejarah itu sendiri. Saya berpendapat bahwa memahami
filsafat sejarah agar lebih bisa membedakan apa yang disebut sejarah subjektif
dan mana yang objektif, tanpa membedakan kedudukan subjek dalam masyarakat.
Filsafat juga mekankan tiga unsur kegunaan dalam sejarah, yaitu: pertama:kegunaan
edukatif ialah menuntut setiap orang menjadi lebih arif dan bijaksana dalam
hidup. Kedua:kegunaan Inspiratif ialah dorongan inspirasi yang
didalamnya sarat dengan nilai berupa ide, konsep, semangat, motivasi
perjuangan, dan untuk menghindari dari apa yang menjadi faktor kehancuran
peradaban sebagaimana banyak dipertontonkan oleh sejarah masa silam. Ketiga:
kegunaan Instruktif ialahsejarah dapat digunakan sebagai bahan pengajaran
sehinggaterkait erat dengan pendidikan formal. Terutama sekali dalam menunjang
pengembangan bidang-bidang lain khususnya berkaitan dengan keterampilan dan
kejuruan.
H.
Ruang
Lingkup Kajian Filsafat Sejarah
Pada hakikatnya filsafat sejarah berusaha mencari penjelasan
tentang perbuatan manusia yang sudah terjadi. Filsafat sejarah juga mencoba
memberikan jawaban atas sebab-sebab dan alasan segala peristiwa sejarah yang
sudah terjadi. Filsafat sejarah berusaha masuk ke dalam pikiran dan cita-cita
manusia dan memberikan tantang maju dan mundurnaya bangsa-bangsa, tentang maju
dan mundurnya perkembangan kebudayaan.
Oleh karena peristiwa dan kejadian-kejadian itu tidak
terletak di depan muka manusia seperti halnya dengan bahan –bahan untuk
menguji formulu-formula kimia.kejadian dan peristiwa sejarah terdiri atas
beberapa phenomena dan phenombena-phenomena tersebut di anggap dan diartikan
oleh manusia secra berbeda-beda; walaupun pada akhirnya manusia dengan
menggunakan akal pikiranya akan senantiasa berusaha untuk memperoleh hasil yang
maksimal secara objektif terhadap phenomena-phenomena sejarah yang akan
menghasilkan suaatu rangkain peristiwa sejarah.
Filsafat sejarah sebagai salah satu cabang fisafat
mengandung 2 (dua) aspek kajian yaitu:
Pertama;
filsafat sejarah berusaha untuk mengetahui dengan pasti faktor-faktor apa yang
menyebabkan serta menguasai semua kejadian peristiwa jalannya sejarah. Usaha
ini telah di kgembangkan dan berlangsung sejak beberapa abad yang lampau.
Kedua;
filsafat sejarah berusaha untuk menguju kemampuan beberapa metode ilmu sejarah
serta memberi penilaian tentang hasil analisis dan kesimpulan-kesimpulan
terhadap suatu karya sejarah. Usaha ini belum terlalu lama di kembangkan oleh
para ahli filsafat. (bandingkan dengan W.J. Van der Meulen SJ, 1987:12)
I.
Tokoh-tokoh
Pelopor Filsafat Sejarah
Sungguhpun filsafat sejarah sudah berkembang lama sebelum
terdapat penelitian ilmiah mengenai fakta-fakta sejarah, di lingkungan dunia
barat, baru terjadi sungguh hbar sejak abd ke 19, teritama di jerman dengan
Herder, Emmanuael Kant, Hegel, Karl Marx, Fichte dan sejumlah ‘’ dewa’’ filsuf
sejarah lainnya. Para ahli ini menjalankan semacam ‘’analisi sejarah’’
berdasarkan sistem pemikiran mereka dan berdasarkan sejumlah ‘’gejala’’ dan
phenomena-phenomena sejauh yang di pilih, yang belum pernah di pelajari dengan
mendalam. Memang gejala tersebut hanya di hargai sebagai bahan untuk memupuk
ilham mereka, namun di susun secara rapi. Kebanyakan mereka kurang sependapat
dengan penyelidikan sejarah, yang baru mulai berkembang di bawah pimpinan
Niebuhr dan Ranke.
Setelah hasil-hail sejarah mulai tampak, kewibawan
para filusuf mulai menjadi semakin suram. Syukurlah mereka di tolong oleh
ahli-ahli sejarah sendiri, terutama pengikut Renke dan juga ahli-ahli sejarah
dari luar jerman yang sudah melupakan kebijaksanaan guru mereka. Mabuk oleh sukses-sukses
tadi, mereka di timpa kesombongan dan mengambil alih ‘’selimut kenabian’’ dari
para filsuf, mereka mulai ‘’berupacara’’ sendiri sebagai ‘’penjaga harta’’
zaman lampau serta menjadi peramal dari depan. Demikianlah filsafat telah
‘’diperalat’’ oleh ahli-ahli sendiri sehingga muncul ‘’historisme’’ dan
sampai sekarang terus ada pengikutnya.
Namun salah satu akar ilmu yang baru berkembang ini, yaitu
usaha menetapkan ‘’wie-es-eigentlich-gewesen-ist’’, sejak semula telah
menghadapi tantangan berat. Dilthey dan Crose menggarisbawahi perbedaan yang
mereka anggap penting sekali antara pokok persoalan ilmu dan pokok persoalan
sejarah. Dalam istilah-istilah yang kasar, perbedaan ini mungkin dapat
digambarkan/ diwakili oleh dikotomi terkenal antara “jiwa” dan “alam”.
Kajian filsafat yang kedua, yaitu menguji metode dan
kepastian ilmu sejarah, mulai berkembang di wilayah pimpinan Dilthey, Rickert,
Croce, Collingwood, dan lain-lain walupun dalam lapangan filsafat ini belum di
capai suatu kesepakatan bersama, harus kita akui, usaha mereka merupakan
sumbangan yang penting ke arah pengertian yang lebih baik akan hakikat dan
kemungkinan-kemungkinan pengembangan ilmu sejarah.
Usaha mereka dapat kita harapkan akan bemanfaat selama
penyelidikan itu tidak bersifat amatir, tetapi sungguh-sungguh dilakukan oleh
para ahli filsafat. Lebih baik lagi kalau penyelidik di samping ahli filsafat,
juga ahli sejarah, atau sekurang-kurangnya orang yang pernah menjalankan
penyelidikan historis berdasarkan sumber-sumber yang asli, sehingga dia
sungguh-sungguh mengenal obyek yang di selidiki, ialah cara bekerja ilmu
sejarah.
J.
Sejarah Perkembangan Filsafat Sejarah
Filsafat Sejarah pada Zaman
Pertengahan
Perkembangan filsafat sejarah pada zaman pertengahan pada
pokoknya menunjukkan sifat-sifat yang religius. Segala kejadian di terangkan
dalam cahaya kekal, segala-galanya kepada tuhan sebagai pencipta, penyelamatf
dan hakim seluruh umat manusia. Isi dan seluruh hidup ialah kerajaan
tuhan. Dari pandangan itu terjadi bahwa kajian sejarah di zaman pertengahan
bukan sebab-bebab dan alasan-alasan terhadap kajian sejarah, melainkan tentang
tujuan (arahteleologis). Pada umumnya perkembangan filsafat sejarah, seperti
pandangan St. Agustinus seakan-akan mewakili pandangan yang tetap dan utama untuk
selruh zaman pertengahan tersebut. Juga percobaan dari Otto Van Freishing atas
pandangan tersebut itu. Otto Van Freishing mengalami perselisihan antara grreja
dengan negara mencoba menyusun suatu sejarah berkat pikiran-pikiran filsuf.
Dalam segala hal yang sudah di tulisnya ia berusaha memberikan yang benar. Otto
sudah mengerti ada hukum atau aliran yang gtertentu di dalam sejarah bergerak
tak berhentinya dan gerakan dari perjuangan dan kemenangan. Akan tetapi
kejadian yang kurang baik (Kummervollen Greschehniscen) di pandangnya sebagai
metode pendidikan dari tuhan yang mau berkata pada manusia bahwa tidak ada yang
tertentu dan pasti di dunia ini. Dan akhirnya menurut pendapatnya segala
pengetahuan ilmu pengetahuan bergerak dari timur ke barat
Filsafat
Sejarah pada Zaman Renaissance
Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan
pandangan baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution
yang dipelopori oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543),
Galileo Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan
pengamatan ilmiah serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh.
Selanjutnya pada Abad 17, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi
dengan munculnya Roger Bacon (1561-1626).Bacon lahir di ambang masuknya zaman
modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung
namun harus bersifat kontemplatif.Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya
dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka
itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan
manusia.Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human
knowledge adalah human power.
Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode
eksperimental dana matematis memasuki abad 16 mengakibatkan pandangan
Aritotelian yang menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya ditinggalkan
secara defenitif. Roger Bacon adalah peletak dasar filosofis untuk perkembangan
ilmu pengetahuan.Bacon mengarang Novum Organon dengan maksud
menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan teori
baru.Karyanya tersebut sangat mempengaruhi filsafat di Inggris pada masa
sesudahnya.Novum Organon atau New Instrumen berisi suatu
pengukuihan penerimaan teori empiris tentang penyelidikan dan tidak perlu
bertumpu sepenuhnya kepada logika deduktifnya Aritoteles sebab dia pandang absurd.
Hart mengaggap Bacon sebagai filosof pertama yang bahwa ilmu pengetahuan
dan filsafat dapat mengubah dunia dan dengan sangat efektif menganjurkan
penyelidikan ilmiah.Beliaulah peletak dasar-dasar metode induksi modern dan
menjadi pelopor usaha untuk mensistimatisir secara logis prosedur
ilmiah.Seluruh asas filsafatnya bersifat praktis yaitu menjadikan untuk manusia
menguasai kekuasaan alam melalui penemauan ilmiah Menurut Bacon, jiwa manusia
yang berakal mempunyai kemamapuan triganda, yaitu ingatan (memoria),
daya khayal (imaginatio) dan akal (ratio).Ketiga aspek tersebut
merupakan dasar segala pengetahuan. Ingatan menyangkut apa yang sudah diperiksa
dan diselidiki (historia), daya khayal menyangkut keindahan dan akal
menyangkut filsafat (philosophia) sebagai hasil kerja akal.
Aliran Positivisme dan Sejarahnya
Aguste
Comte dilahirkan pada tahun 1798 di kota Monpellir Perancis Selatan, ayah dan
ibunya menjadi pegawai kerajaan dan merupakan penganut Agama Katolik yang cukup
tekun. Ia menikah dengan seorang pelacur bernama Caroline Massin yang kemudian
dia menyesali perkawinan itu. Dia pernah mengatakan bahwa perkawinan itu adalah
satu-satunya kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dari kecil pemikiran-pemikiran
Comte sudah mulai kelihatan, kemudian setelah ia menyelesaikan sekolahnya
jurusan politeknik di Paris 1814-1816, dia diangkat menjadi sekretaris oleh
Saint Simon yaitu seorang pemikir yang dalam merespon dampak negatif
reinaisance menolak untuk kembali pada abad pertengahan akan tetapi harus
direspon dengan menggunakan basis intelektual baru, yaitu dengan brfikir
empirik dalam mengkaji persoalan-persoalan realitas sosial. Dalam membangun
teori sosiologi Comte lebih memilih unit analisa makro (obyektif) dan
bukan individu, dalam hal ini entits yang lebih besar seperti keluarga,
struktur sosial dan perubahan sosial. Ia menganjurkan untuk keluar dari
pemikiran abstrak dan melakukan riset dengan melakukan eksperimentasi dan
analisis perbandingan sejarah. Comte pada intinya berargumentasi bahwa gagasan
terdahulu yang mendasari pengembangan struktur masyarakat maupun negara, atas
dasar pemikiran spekulatif, sudah tidak releven dengan adanya teori
positivistik. Dalam logika Comte sejarah manusia adalah perkembangan bertahap
dari cara berfikir manusia itu sendiri. Dengan berargumen bahwa dengan
pemikiran empirik rasional dan positiv maka manusia akan mampu menelaskan
realitas kehidupan tidak secara spekulatif melainkan secara konkrit, pasti
bahkan mutlak kebenaranya.
K.
Perkembangan
filsafat
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti
semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup
dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun.Bidang filsafat sangatlah
luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran.
Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan
sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan
hidupnya. Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan.Karena itulah filsafat
merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia.Suatu bidang
yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.
·
Munculnya Filsafat
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan
masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran
yang diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi yang sebelumnya
mengikat segala aspek pemikiran kemudian secara perlahan-lahan digantikan oleh
logos (rasio/ ilmu).
Pada saat inilah, para
filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain yang belum
pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam mencari
keterangan tentang alam semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal mistis
yang secara turun-temurun diwariskan oleh tradisi.Dan selanjutnya mereka mulai
berpikir sendiri.Di balik aneka kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai
mencari suatu keterangan yang memungkinkan mereka mampu mengerti
kejadian-kejadian itu.Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati
problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional.
Sebab hanya dengan cara
semacam ini, terbukalah kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan
penilaian serta kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah yang
memunculkan filosof-filosof pada jaman Yunani.Filsafat dan ilmu menjadi satu.
Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke
7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berfikir-fikir dan berdiskusi
akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan
diri kepada agama pada saat itu yang dianggap sebagai “tirai besi keilmuan”
lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak
yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir.
Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada
kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
L.
Sejarah
Perkembangan Awal Filsafat Dunia
Dalam buku History and Philosophy of Science
karangan L.W.H. Hull (1950), menulis setidaknya sejarah filsafat dan ilmu dapat
dibagi dalam beberapa periode, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang terkenal
pada periode itu.
1.
Masa Yunani Kuno
Pada tahap awal
kelahirannya filsafat menampakkan diri
sebagi suatu bentuk mitologi, serta dongeng-dongeng yang dipercayai oleh Bangsa
Yunani, baru sesudah Thales (624-548 S.M) mengemukakan pertanyaan aneh pada
waktu itu, filsafat berubah menjadi suatu bentuk pemikiran rasional (logos).
Pertanyaan Thales yang menggambarkan rasa keingintahuan bukanlah pertanyaan
biasa seperti apa rasa kopi ?, atau pada tahun keberapa tanaman kopi berbuah ?,
pertanyaan Thales yang merupakan pertanyaan filsafat, karena mempunyai bobot
yang dalam sesuatu yang ultimate (bermakna dalam) yang mempertanyakan tentang
Apa sebenarnya bahan alam semesta ini (What is the nature of the world stuff
?), atas pertanyaan ini indra tidak bisa menjawabnya, sains juga terdiam, namun
Filsuf berusaha menjawabnya. Thales menjawab Air (Water is the basic principle
of the universe), dalam pandangan Thales air merupakan prinsip dasar alam
semesta, karena air dapat berubah menjadi berbagai wujud
Pada perkembangan
selanjutnya, disamping pemikiran tentang Alam, para akhli fikir Yunani pun
banyak yang berupaya memikirkan tentang hidup kita (manusia) di Dunia.Dalam
sejarah Filsafat Yunani, terdapat seorang filsuf yang sangat legendaris yaitu
Aristoteles (384-322 S.M), seorang yang pernah belajar di Akademia Plato di
Athena. Setelah Plato meninggal Aristoteles menjadi guru pribadinya Alexander
Agung selama dua tahun, sesudah itu dia kembali lagi ke Athena dan mendirikan
Lykeion, dia sangat mengagumi pemikiran-pemikiran Plato meskipun dalam
filsafat, Aristoteles mengambil jalan yang berbeda (Aristoteles pernah
mengatakan-ada juga yang berpendapat bahwa ini bukan ucapan Aristoteles- Amicus
Plato, magis amica veritas – Plato
memang sahabatku, tapi kebenaran lebih akrab bagiku – ungkapan ini
terkadang diterjemahkan bebas menjadi “Saya mencintai Plato, tapi saya lebih
mencintai kebenaran”)
2.
Abad Pertengahan
Semenjak meninggalnya Aristoteles, filsafat terus
berkembang dan mendapat kedudukan yang tetap penting dalam kehidupan pemikiran
manusia meskipun dengan corak dan titik tekan yang berbeda.Periode sejak
meninggalnya Aristoteles (atau sesudah meninggalnya Alexander Agung (323 S.M)
sampai menjelang lahirnya Agama Kristen oleh Droysen (Ahmad Tafsir. 1992)
disebut periode Hellenistik (Hellenisme adalah istilah yang menunjukan kebudayaan
gabungan antara budaya Yunani dan Asia Kecil, Siria, Mesopotamia, dan Mesir
Kuno). Dalam masa ini Filsafat ditandai antara lain dengan perhatian pada hal
yang lebih aplikatif, serta kurang memperhatikan Metafisika, dengan semangat
yang Eklektik (mensintesiskan pendapat yang berlawanan) dan bercorak Mistik.
Pada masa ini filsafat cenderung kehilangan
otonominya, pemikiran filsafat abad pertengahan bercirikan Teosentris
(kebenaran berpusat pada wahyu Tuhan), hal ini tidak mengherankan mengingat
pada masa ini pengaruh Agama Kristen sangat besar dalam kehidupan manusia,
termasuk dalam bidang pemikiran.
Filsafat abad
pertengahan sering juga disebut filsafat scholastik, yakni filsafat yang
mempunyai corak semata-mata bersifat keagamaan, dan mengabdi pada teologi.Pada
masa ini memang terdapat upaya-upaya para filsuf untuk memadukan antara
pemikiran Rasional (terutama pemikiran-pemikiran Aristoteles) dengan Wahyu
Tuhan sehingga dapat dipandang sebagai upaya sintesa antara kepercayaan dan
akal.Keadaan ini pun terjadi dikalangan umat Islam yang mencoba melihat ajaran
Islam dengan sudut pandang Filsafat (rasional), hal ini dimungkinkan mengingat
begitu kuatnya pengaruh pemikiran-pemikiran ahli filsafat Yunani/hellenisme
dalam dunia pemikiran saat itu, sehingga keyakinan Agama perlu dicarikan
landasan filosofisnya agar menjadi suatu keyakinan yang rasional.
3. Masa Modern
Pada masa ini pemikiran filosofis seperti dilahirkan
kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang berakibat pada
upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat.Kebangkitan
kembali rasio mewarnai zaman modern dengan salah seorang pelopornya adalah
Descartes, dia berjasa dalam merehabilitasi, mengotonomisasi kembali rasio yang
sebelumnya hanya menjadi budak keimanan.
Pandangan empirisme semakin kuat pengaruhnya dalam
cabang ilmu pengetahuan setelah munculnya pandangan August Comte (1798-1857)
tentang Positivisme. Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan
berpengaruh adalah tentang tiga tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam
berhadapan dengan alam semesta yaitu : tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik,
dan tingkatan Positif
Pemikiran-pemikiran yang mencoba melihat Agama dari
perspektif filosofis terjadi baik di dunia Islam maupun Kristen, sehingga para ahli
mengelompokan filsafat skolastik ke dalam filsafat skolastik Islam dan filsafat
skolastik Kristen.
4.
Masa Islam
Di dunia Islam (Umat Islam) lahir filsuf-filsuf
terkenal seperti Al Kindi (801-865 M),
Al Farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111 M),
dan Ibnu Rusyd (1126-1198), sementara itu di dunia Kristen lahir Filsuf-filsuf
antara lain seperti Peter Abelardus
(1079-1180), Albertus Magnus (1203-1280 M), dan Thomas Aquinas (1225-1274).
Mereka ini disamping sebagai Filsuf juga orang-orang yang mendalami ajaran
agamanya masing-masing, sehingga corak pemikirannya mengacu pada upaya
mempertahankan keyakinan agama dengan jalan filosofis, meskipun dalam banyak
hal terkadang ajaran Agama dijadikan Hakim untuk memfonis benar tidaknya suatu
hasil pemikiran Filsafat (Pemikiran Rasional).
Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad
kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai periode
pertengahan.Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya
ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai buku inilah
diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki,
Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan
matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon
of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai
ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama,
filsafat, mistik dan sufisme .Ibnu Khaldun ahali sosiologi, filsafat sejarah,
politik, ekonomi, social dan kenegaraan.Anzahel ahli dan penemu teori peredaran
planet.Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami kemundurran,
umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali
belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia atau sophists (500 –
400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427 –
457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama Aristoteles (384 –
322 SM).Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus
hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari
kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles.Oleh Raja Al-Makmun dan
Raja Harun Al-Rasyid pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk
menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam Bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam
kenamaan yang terus mengembangkan filsafat. Filosof-filosof itu diantaranya
adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad
Iqbal, dan Ibnu Rushd.
Berbeda dengan filosof-filosof Islam
pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd dilahirkan di Barat
(Spanyol).Filosof Islam lainnya yang lahir di barat adalah Ibnu Baja (Avempace)
dan Ibnu Tufail (Abubacer).
M.
Pemikiran
Filfasat Masa Yunani Kuno
Pemikiran Filsafat Yunani periode
awal acapakali disebut sebagai flsafat alam.Penyebutan tersebut didasarkan pada
munculnya banyak ahli pikir alam yang arah dan perhatian pemikirannya lebih
cenderung apa yang diamati di sekitarnya,yakni alam semesta.
Pada masa itu ada
keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta serta dengan
penghuninya,akantetapi ketrerangan-keterangan ini berdasarkan
kepercayaaan.Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan-keterangan itu lalu
mencoba mencari keterangan melalui budinya.Mereka menanyakan dan mencari
jawabnya:apakah sebetulnya alam ini.Apakah intisari nya?.Mungkin yang beraneka
warna dalam alam ini dapat di pulangkan kepada yang satu atau yang tidak banyak
itu.Mereka mencari inti alam,denag istilah mereka:mereka mencari arche
alam.(Arche dalam bahasa Yunani berarti:mula,asal).
Tokoh-tokoh
Filsuf pada masa Yunani kuno,antara lain:
1) Thales (624-546 SM)
Orang Miletus itu digelari “Bapak
Filsafat” karena dia adalah orang yang mula-mula berfilsafat.Gelar itu
diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar,yang jarang
diperhatikan orang,juga orang zaman sekarang:”What is the nature of the world
stuff ?”(Mayer,1950:18) Apa sebenarnya bahn alam semesta ini?. Terlepas dari
apapun jawabannya,pertanyaan ini saja telah dapat mengangkat namanya menjadi
filosof pertama.Ia sendiri mefnjawab air.Jawaban ini sebenarnya amat sederhana
dan belum tuntas karena memunculkan pertanyaan baru yaitu dari apa air
itu?,Thales mengambil air sebagi asal alam semesta barang kali karena ia
melihatnya sebagai sesuatu yang sangat diperlukan dalam kehidupan,dan menurut
pendapatnya buymi ini terapung diatas air (Mayer,1950:18).
Dari
pernyataan Thales tersebut maka dapat diketahui bahwa sesuatu yang sederhana
pun dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat kompleks.
2) Anaximander (610-546 SM)
Theophrastus menggambarkannya sebagai
penerus dan murid Thales. Seperti Thales, Anaximender tampaknya juga campuran
antara ahli astrologi, geologi, matematika, fisika dan filosof. Menurut
Agathemerus, orang pertama yang berani menggambar dunia yang tak berpenghuni
diatas tablet. Salah satu fragmen buku yang dikatakan telah (mengenai alam).
Anaximander
berpendapat bahwa benda pembentuk dunia yang asli adalah apeiron, suatu
substansi yang tidak memiliki batas atau definisi. Ia menjelaskan apeiron
sebagai sesuatu yang mengelilingi segala sesuatu secara tak terbatas dan juga
sebagai sesuatu makhluk dari mana semua langit dan dunia didalamnya
maujud:bumi, udara, api, dan air bagaimanapun juga digerakkan oleh substansi
yang tak terbatas.
Anaximander
percaya bahwa bumi bentuknya bulat silinder, kedalamannya sepertiga dari
lebarnya sehingga bumi seperti drum. Menurut Anaximender bumi tidak ditopang
oleh apa-apa, tetapi tetap berada pada jarak yang sama dari smua benda. Ia juga
berpendapat bahwa makhluk pertama yang hidup dilahirkan dalam kelembaban yang
melekat pada kulit kayu yang berduri dan kemudian mengalami perkembangan
kehidupan organik.
3) Anaximenes (585-528 SM)
Adalah yang ketiga dari trio filosof
yang dikenal dengan milesian. Ia diperkirakan berkibar sekitar 540 SM dan dia
adalah murid dari Anaximander.
Seperti
Anaximander, Anaximanes berpendapat bahwa prinsip pertama dari segala benda
adalah tak terbatas. Ia menyatakan bahwa prinsip pertama tersebut adalah udara
karena udaralah yang meliputi seluruh alam dan menjadika dasar hidup bagi
manusia yang sangat diperlukan oleh nafasnya.
Anaximenes
mengajarkan bahwa bumi datar dan melayang diudara, bahwa bintang-bintang
ditanam seperti paku dalam kristal dan
benda-benda langit bergerak mengitari bumi seakan-akan seperti topi yang
mengitari kepala kita. Ia juga menjelaskan bahwa terjadinya gempa bumi merujuk
pada pilihan pertukaran bumi antara keadaan kering dan basah. Aetius menyatakan
bahwa ia telah mengatakan matahari adalah datar seperti daun dan smua benda
langit seperti api tetapi mempunyai benda-benda bumi diantara benda-benda
tersebut.
4) Pythagoras (571-496 SM)
Ia adalah ahli matematika dan mistik,
lahir di Samos, sebuah pulau dekat
pantai Ionia, tetapi menghabiskan
sebagian besar hidupnya di Croton (sebelah selatan Italia). Aristoteles
mengatakan bahwa pythagoras percaya bahwa angka bukan unsur seperti udara dan
air merupakan prinsip semua benda : modifikasi angka sedemikian rupa menjadi
keadilan , yang lain menjadi jiwa dan nalar, yang lain lagi menjadi kesempatan
dan sama halnya hampir semua benda yang
lain secara angka bisa dijelaskan.
Angka,
bagi pythagoras adalah materi dan makna cosmos. Ia berpendapat bahwa genap dan
ganjil secara bersama-sama menghasilkan kesatuan dan kesatuan itu menghasilkan
angka yang merupakan sumber semua benda.
5) Heraclitus (544-484 SM )
Menurut Diogenes Laertius mengatakan
bahwa Heraclitus sangat sombong dan angkuh hingga akhirnya menjadi manusia
pembenci yang hidup di pegunungan dan memakan rerumputan serta tanam-tanaman.
Heraclitus
menyatakan bahwa “You can not step twice into the same river; for the fresh
waters are ever flowing upon you” (Engkau tidak dapat terjun ke sungai yang
samadua kali karena air sungai itu mengalir).(Warner, 1961:26)
Menurut
Heraclitus, alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah, sesuatu yang dingin
berubah menjadi panas, begitupun sebaliknya. Itu berarti bila kita hendak
memahami kehidupan kosmos, kita mesti menyadari bahwa kosmos itu selalu
bergerak dan gerakan itu menghasilkan perlawanan perlawanan-perlawanan.
Pernyataan itu mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah.
6) Parmanides (501-492 SM)
Adalah salah seorang tokoh relativisme
yang penting, yang lahir pada akhir abad 16 SM. Ia adalah warga negara Elea
sebelah selatan Italia. Ia dikatakan sebagai logi kawan pertama dalam segala
segala filsafat, bahkan disebut filosof pertama dalam pengertian modern.
Sistemnya secara keseluruhan didasarkan pada deduksi logis, tidak seperti
Heraclitus, misalnya, menggunakan metode intuisi.
Dalam
the way of truth Parmanides bertanya : Apa standar kebenaran dan apa ukuran
realitas? Bagaimana hal itu dapat dipahami? Ia menjawab : ukurannya ialah
logika yang konsisten.
Parmanides
mengakui adanya pengetahuan yang tidak tetap dan berubah-ubah serta pengetahuan
mengenai yang tetap yaitu pengetahuan
indra dan budi. Menurut Permanides pengetahuan budi itu sangat utama karena ia
beranggapan bahwa pengetahuan indra dianggapnya keliru belaka, tidak mampu
mencapai kebenaran.
7) Zeno
Menurut Plato ia lahir pada tahun 490
SM. Zeno dikenal karena paradoknya, ia adalah murid dan pengikut Parmanides,
Eleatik yang paling terkemuka, yang berpendapat bahwa relitas adalah satu,
tidak berubah dan tidak bergerak, dan realitas dipahami dengan benar oleh nalar
bukan indra.
Zeno
dari Elea berusaha menunjukkan bahwa gerak hanya khayal belaka. Penalarannya
yang paling terkenal dalam hal ini menyatakan bahwa Achilles tak akan pernah
dapat mengejar kura-kura. Ini disebabkan kura-kura tadi akan selalu berada di
depan Achilles pada saat ia mencapai titik tempat kura-kura itu semula.
Mellisus memperbaiki pendirian Permanides dengan mengatakan bahwa ada, tidak
hanya tak terhingga dalam waktu, melainkan dalam ruang. Dengan demikian
pendapatnya ini menyimpang dari tradisi Yunani yang memandang ruang bersifat berhingga.
N.
Perkembangan
filsafat pada zaman Yunani kuno
Dilihat dari pendekatan historis,ilmu
filsafat dipahami melalui sejarah perkembangan pemikiran filsafat.Menurut
catata sejarah,filsafat barat bermula di Yunani.Bangsa Yunani mulai mempergunakan
akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI
SM.
Perkembangan pemikiran ini menandai
bahwa suatu usaha pemikiran manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami
segala sesuatu.Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat barat berkembang
menjadi titik tolak pemikiran barat abad pertengahan,modern dan masa
berikutnnya.[15]
Pemahaman filsafat tidak dapat
dilepaskan dari perjalanan panjang sejarah pemikiran manusia itu
sendiri.Sebagiman pemikiran manusia pada awalnya masih diliputi dengan corak
berpikir mitilogis.Corak pemikiran ini diwarnai dengan
pertimbangan-pertimbangan magis dan animistik terkait dengan corak kehidupannya
sehari-hari.Dalam perkembangan selanjutnya manusia mulai berpikir yang lebih rasional
dengan disertai argumentasi-argumentasi logis.Dari sinilah fase awal dari
berpikir secar filsafati,manusia mulai merumuskan pernyataan-pernyataan logis
dan sistematis terkait dengan persoalan-persoalan yang tengah di hadapinya.
Filsafat Yunani muncul dari pengaruh mitologi,mistisisme,matematika dan
persepsi yang kental sehingga segalanya nyaris tidak jelas dan seakan
mengacaukan pandangan dunia.Kebudayaan mereka kaya dan kreatif namun
dikelilingi oleh orang-orang yang sportif dan kompetitif.Dari perkembangan
pemikiran inilah muncul beberapa pemikiran filosofis pada masa Yunani kuno
antara lain parmanides,Xenophanes,Thales,Aristoteles,Herklitus dan
Pythagoras.[16]
Secar umum karakteristik filsafat
Yunani kuno adalah rasionalisme,yaitu suatu pemahamn tentang sebuah pengetahuan
yang lebih mengutamakn akal(logika).Rasionalisme Yunani itu mencapai puncaknya
pada orang-orang sofis.
O.
Tujuan,
fungsi dan manfaat filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha
memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah
kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan
komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan
kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan:
Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat
memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun
dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya:
filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun
menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya
kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia
yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya
baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya.
Bagi manusia,
berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya
dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang
sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Radhakrishnan dalam
bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugasfilsafat bukanlah sekadar
mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju.
Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan
arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan
kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang
menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan
keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak
universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat
harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang
matang secara intelektual.Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan
seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi
prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama
agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran,
pembebasan, dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat
Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan
pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui,
tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa
filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan
untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus
hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup
agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu,
baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik
(hakikat keaslian).
P.
Aliran-aliran dalam filsafat
Aliran-aliran
yang terdapat dalam filsafat sangat banyak dan kompleks. Di bawah ini akan kita
bicarakan aliran metafisika, aliran etika, dan aliran-aliran teori pengetahuan.
a.
Aliran-aliran metafisika
Menurut
Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar,
yaitu (1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai kualitas
(sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme, (b) dualisme, dan (c)
pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok segala
yang ada ini adalah esa (satu). Menurut
Thales:
air menurut Anaximandros: 'apeiron' menurut Anaximenes: udara. Dualisme adalah
aliran yang berpendirian bahwa unsure pokok sarwa yang ada ini ada dua, yaitu
roh dan benda.Pluralisme adalah aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok
hakikat kenyataan ini banyak. Menurut Empedokles: udara, api, air dan tanah.
Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni (a) yang
melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu
sebagai kejadian.
Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah: "
Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh.
" Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat
materi. Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah: " Mekanisme, yakni
aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya
menurut hukum sebab-akibat. " Aliran teleologi, yakni aliran yang
berkeyakinan bahwa kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian yang lain,
bukan oleh hukum sebab-akibat, melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama.
" Determinisme, yaitu aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu
tidak merdeka dalam mengambil putusan-putusan yang penting, tetapi sudah
terpasti lebih dahulu.
"
Indeterminisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa kemauan manusia itu bebas
dalam arti yang seluas-luasnya.
b.
Aliran-aliran etika
Aliran-aliran
penting dalam etika banyak sekali, diantaranya ialah:
1) Aliran etika nuturalisme, yaitu
aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan
menurutkan panggilan natural (fitrah) kejadian manusia sekali.
2) Aliran etika hedonisme, yaitu aliran
yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan
'hedone' (kenikmatan dan kelazatan).
3) Aliran etika utilitarianisme, yaitu
aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia ditinjau dari kecil dan
besarnya manfaat bagi manusia (utility = manfaat).
4) Aliran etika idealisme, yaitu aliran
yang menilai baik buruknya perbuatan manusia janganlah terikat pada
sebab-musabab lahir, tetapi haruslah didasarkan atas prinsip kerohanian (idea)
yang lebih tinggi.
5) Aliran etika vitalisme, yaitu aliran
yang menilai baik-buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada atau tidak
adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
6) Aliran etika theologis, yaitu aliran
yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai
dengan sesuai atau tidak sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos = Tuhan).
c.
Aliran-aliran teori pengetahuan
Aliran
ini mencoba menjawab pertanyaan, bagaimana manusia mendapat pengetahuannya
sehingga pengetahuan itu benar dan berlaku. Pertama, golongan yang mengemukakan
asal atau sumber pengetahuan. Termasuk ke dalamnya:
" Rationalisme, yaitu aliran yang
mengemukakan bahwa sumber pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa
manusia.
" Empirisme, yaitu aliran yang
mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari
dunia luar yang ditangkap pancainderanya.
" Kritisisme (transendentalisme),
yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari luar
maupun dari jiwa manusia itu sendiri.
" Kedua, golongan yang mengemukakan
hakikat pengetahuan manusia. Termasuk ke dalamnya:
" Realisme, yaitu aliran yang
berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambar yang baik dan tepat
dari kebenaran dalam pengetahuan yang baik tergambarkan kebenaran seperti
sungguh-sungguhnya ada.
" Idealisme, yaitu aliran yang
berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa
manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu sekaliannya terletak di
luarnya.
d.
Aliran-aliran lainnya dalam filsafat
Di samping aliran-aliran di atas, masih
banyak aliran yang lain dalam filsafat. Aliran-aliran itu antara lain ialah:
1) Eksistensialisme, yaitu aliran yang
berpendirian bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia yang kongkret,
yaitu manusia sebagai eksistensi, dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka
bagi manusia eksistensi itu mendahului esensi.
2) Pragmatisme, yaitu aliran yang
beranggapan bahwa benar dan tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori,
semata-mata bergantung pada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori
tersebut bagi manusia untuk bertindak di dalam kehidupannya.
3) Fenomenologi, yaitu aliran yang
berpendapat bahwa hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dan keyakinan
bahwa pengertian itu dapat dicapai jika kita mengamati fenomena atau pertemuan
kita dengan realitas.
4) Positivisme, yaitu aliran yang
berpendirian bahwa filsafat hendaknya semata-mata berpangkal pada peristiwa
yang positif, artinya peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.
5) Aliran filsafat hidup, yaitu aliran
yang berpendapat bahwa berfilsafat barulah mungkin jika rasio dipadukan dengan
seluruh kepribadian sehingga filsafat itu tidak hanya hal yang mengenai
berpikir saja, tetapi juga mengenai ada, yang mengikutkan kehendak, hati, dan iman,
pendeknya seluruh hidup.
ILMU
A.
Definisi
Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab : ‘alima,
ya’lamu,‘ilman, dengan wazan fa ‘ila, yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami
benar-benar. Sinonim yang paling dekat
dengan bahasa Yunani adalah episteme. Pengertian ilmu yang terdapat dalam
kamusBahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Menurut “ensiklopedia Indonesia”
ilmu adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing
didapatkan sebagai hasil pemeriksaaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti
dengan menggunakan metode-metode tertentu. Ilmu pengetahuan prinsipnya
merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense, suatu
pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan
sehari-hari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti
dengan menggunakan berbagai metode.
Ilmu pengetahuan diambil dari kata
bahasa inggris science , yang berasal dari bahasa latin scientia dari
bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Ilmu
pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional,
sistematik, logis, dan konsisten.
B.
Sejarah
Perkembangan
Ilmu
Sejarah ilmu pada dasarnya merupakan
sejarah pikiran umat manusia terlepas dari asal usul kebangsaan maupun asal
mula negara, dan pembagian lintasan sejarah ilmu yang paling tepat adalah
menurut urutan waktu dan bukan berdasarkan pembagian negara, lintasan sejarah
ilmu terbaik mengikuti pembagian kurun waktu dari satu zaman yang terdahulu ke
zaman berikutnya, zaman tertua dari pertumbuhan ilmu adalah zaman kuno yang
merentang antara tahun kurang lebih 4000 SM-400M. Zaman kuno ini dapat dibagi menjadi
3 bagian yaitu:
- ± 4000- 6000 s.M : Masa Mesir dan Babilon
- 600-30 s.M : Masa Yunani Kuno
- 30 SM-400 M : Masa Romawi
Di mesir mulai tumbuh berbagai gagasan
ilmiah dari pengetahuan arsitektur, ilmu gaya, ilmu hitung, ilmu ukur. Semua
ilmu ini penting untuk keperluan membangun berbagai kuil, istana, dan piramid.
Ilmu bedah dan ilmu kedokteran juga mulai dikembangkan di Mesir, di Babilonia
dikembangkan berbagai gagasan ilmiah dari ilmu bintang dan ilmu pasti. Suatu
hal lain yang perlu diketahui bahwa masih melekat pada pertumbuan ilmu pada
masa yang pertama ini adalah adanya penjelasan penjelasan yang persifat gaib.
Pada masa berikutnya di Yunani Kuno antara tahun 600-30 S.M mengenal siapa para
pengembang ilmu serta tempat dan tahun kelahirannya.
Ada dua jenis ilmu yang dipelajari yang
pada waktu itu mendekati kematangannya,
pertama, ilmu
kedokteran, praktek yang setidaknya mencoba menerapkan metode yang berdisiplin
dalam pengamatan dan penarikan kesimpulan, dan
kedua, geometri, yang sedang mengumpulkan
setumpukan hasil di seputar hubungan-hubungan antara ilmu hitung yang disusun
secara khusus dan sedang mendekati masalah-masalah struktur logis serta
masalah-masalah definisi.
Imuwan-ilmuwan yang terkemuka pada waktu itu
di antaranya adalah Thales (±525-654 s.M.) merupakan ilmuwan yang pertama di
dunia karena ia memplopori tumbuhnya Ilmu Bintang, Ilmu Cuaca, Ilmu Pelayaran,
dan Ilmu Ukur dengan berbagai ciptaaan dan penemuan penting.
Ilmuwan Yunani Kuno kedua adalah Pythagoras
(578?-510 s.M.) merupakan ahli Ilmu Pasti. Ilmuwan Yunani Kuno yang ketiga
adalah Democritus (±470-±400 s.M.), gagasan ilmiahnya yang terkenal ialah
tentang atom.
Perkembangan ilmu pada Masa berikutnya
adalah Masa Romawi yang merupakan masa terakhir dari pertumbahan ilmu pada
Zaman Kuno dan merupakan masa yang paling sedikit memberikan sumbangsih pada
sejarah ilmu dalam Zaman Kuno. Namun bangsa Romawi memiliki kemahiran dalam
kemampuan keinsinyuran dan keterampilan ketatalaksanaan serta mengatuur hukum
dan pemerintahan. Bangsa ini tidak menekankan soal-soal praktis dan mengabaikan
teori ilmiah, sehingga pada masa ini tidak muncul ilmuwan yang terkemukan.
Perkembangan berikutnya pada zaman
pertengahan, ribuan naskah pengetahuan dari Zaman Yunani Kuno yang
terselamatkan dan diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh cendekiawan
Muslim dan sebagian ditambahi catatan ulasan, abad VII
dan VIII Kaum Muslim meguasai wilayah-wilayah Asia Kecil sampai Mesir dan
Spanyol. Kota-kota yang merupakan pusat-pusat kebudayaannya ialah Bagdad,
Damaskus, Kairo, Kordoba, dan Toledo.
Ilmuwan-ilmuwan Muslim yang terkenal
seperti Al-Razi (865-925) dan Ibnu Sina (980-1037) adalah ahli ilmu Kedokteran,
Jabir ibn Hayyan (±721-±815) dalam Pengetahuan Kimia dan obat-obatan, serta
dalam Ilmu Penglihatan oleh Ibn al-Haytham (965-1038).
Pada abad XI bangsa-bangsa Eropa Utara
berangsur-angsur mengetahui perkembangan pengetahuan ilmiah yang berlagsung di
daerah Muslim. Dan dengan sebab itu Abad XIV-XVI dikenal Zaman Pencerahan (renaissance)
di Eropa, ditandai dengan kelahiran kembali semua ilmiah maupun pengetahuan
kemanusiaan dari Masa Yunani Kuno.
Ilmuwan yang terkemuka saat itu ialah Nicolaus
Copernicus (1473-1543) seorang peletak dasar Ilmu Bintang Modern. Lainnya
adalah Andreas Vesailus (1514-1564) ahli Ilmu Urai Tubuh Modern. Dengan
berakhirnya Zaman Pencerahan dunia memasuki Zaman Modern mulai Abad XVII,
pengertian ilmu yang modern dan berlainan dengan ilmu lama atau klasik mulai
berkembang dalm abad ini. Perkembangan ini terjadi karena perkembangan 3 hal,
yaitu perubahan alam pikiran orang, kemajuan teknologi, dan lahirnya tata cara
ilmiah.
Pada Zaman ini banyak melahirkan
ilmuwan dengan teori baru di bidang ilmu pengetahuan yang beragam. Misal, Isaac
Newton (1642-1727) penemu Kaidah Gaya Berat dan Teori Butir Cahaya, Thomas
Robert Malthus (1766-1834) Teori Kependudukan. Setelah memasuki Abad XX
pertumbuhan ilmu di dunia mengalami ledakan, karena boleh dikatakan setiap
tahun puluhan penemuan hasil penelitian para ilmuwan muncul.
C.
Ciri-ciri
Utama Ilmu
·
Menurut terminology
1. ilmu adalah sebagai pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dapat dibuktikan.
1. ilmu adalah sebagai pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dapat dibuktikan.
2. berbeda dengan pengetahuan, ilmu
tidakpernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri,
sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yangmengacu ke objek (atau alam
objek)yang samadan saling berkait secara logis.
3. ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat didalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4. berkaitan dengan konsep ilmu(pengetahuan
ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasi lyang
terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
5. metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah.Sebaliknya ilmu menuntut pengamatan danberpikir metodis, tertata rapi.
5. metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah.Sebaliknya ilmu menuntut pengamatan danberpikir metodis, tertata rapi.
6. kesatuan setiap ilmu bersumber di
dalamkesatuan objeknya.
. D. Cabang-cabang ilmu
Ilmu berkembang pesat, demikian juga
dengan cabang-cabangnya. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang
dari dua cabang utama yakni, filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun
ilmu-ilmu alam (the natural science) dan filsafat moral yang kemudian
berkembang kedalam cabang-cabang ilmu sosial (the social science).
Ilmu alam membagi diri menjadi dua
kelompok lagi yakni ilmu alam (the physical science) dan ilmu hayat (the
biologycal sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk
alam semesta sedangkan alam kemudian bercabang lagi menjadi Fisika (mempelajari
massa dan energi), Kimia (mempelajari subtansi zat), Astronomi (mempelajari
benda-benda langit), dan Ilmu bumi atau the earth science (mempelajari
bumi kita ini).
Pada ilmu sosial berkembang agak lambat
dibandingkan ilmu alam. Pada intinya ilmu sosial meliputi Antropologi
(mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat), Psikologi (mempelajari
proses mental dan kelakuan manusia), Ekonomi (mempelajari manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya lewat proses pertukaran), Sosiologi (mempelajari
struktur organisasi sosial manusia), Ilmu politik (mempelajari sistem dan
proses dalam kehidupan manusia berpemerintahan dan bernegara).
Disamping ilmu alam dan ilmu sosial
pengetahuan mencakup humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni,
filsafat, agama, sejarah, dan bahasa. Matematika mencakup tentang aritmatika,
geometri, teori bilangan, aljabar, trigonometri, geometri analitik, persamaan
difensial, kalkulus, topologi, geometri non euclid, teori fungsi, probabilitas
dan statik logika dan logika matematis.
. E.Macam-macam Ilmu
Pembagian ilmu
pengetahuan tergantung kepada cara dan tempat para ahli itu meninjaunya. Pada
Zaman Purba dan Abad Pertengahan pembagian ilmu pengetahuan berdasarkan
kesenian yang merdeka, yang tediri dari dua bagian yaitu:
1.
Trivium
2.
Qudrivium
Ø Trivium atau tiga
bagian ialah:
1.
Gramatika, bertujuan agar manusia dapat menyusunpembicaraan dengan baik
2.
Dialektika,
bertujuan agar manusia dapat berpikir dengan baik, formal, dan logis.
3.
Retorika,
bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
Ø Qudrivium atau empat
bagian terdiri dari:
1.
Aritmatika, adalah ilmu hitung
2.
Geometrika, adalah ilmu ukur
3.
Musika, adalah ilmu musik
4.
Astronomia, adalah ilmu perbintangan
F. Klasifikasi Ilmu
Klasifikasi atau penggolongan ilmu mengalami perkembangan
atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Terdapat banyak pandangan yang terkait
dengan klasifikasi ilmu yang dapat kita
temui. Pada saat ini kami akan mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menurut
subyeknya dan obyeknya.
Menurut subyeknya:
1)Teoritis
a.Nomotetis:
ilmu yang menetapkan hukum-hukum yang universal berlaku, mempelajari obyeknya
dalam keabstrakannya dan mencoba menemukan unsur-unsur yang selalu terdapat
kembali dalam segala pernyataannya yang konkrit bilamana dan di mana saja,
misalnya adalah ilmu alam, ilmu kimia, sosiologi, ilmu hayat dan sebagianya.
b.Ideografis
(ide: cita-cita, grafis: lukisan), ilmu yang mempelajari obyeknya dalam konkrit
menurut tempat dan waktu tertentu, dengan sifat-sifatnya yang menyendiri
(unik). Misalnya ilmu sejarah, etnografi (ilmu bangsa-bangsa), sosiologi dan
sebagainnya.
2)Praktis (applied science/ ilmu terapan)
Adalah ilmu yang langsung ditujukan kepada pemakaian atau pengalaman
pengetahuan itu, jadi menentukan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu, maka
ini pun diperinci lebih lanjut yaitu:
a.Normatif,
ilmu yang memesankan bagaimanakah kita harus berbuat, membebankan
kewajiban-kewajiban dan larangan-laramgan misalnya: etika (filsafat
kesusilaan/filsafat moral)
b.Positif,
(applied dalam arti sempit) yaitu ilmuyang mengatakan bagaimanakah orang
harus berbuat sesuatu , mencapai hasil tertentu. Misalnya adalah ilmu
pertanian, ilmu teknik, ilmu kedokteran dan sebagainnya.
Kedua macam ilmu
ini saling melengkapi, jadi walaupun dibedakan tetap tidak boleh dipisahkan.
Kebanyakan ilmu pengetahuan mempunyai bagian teoritis disamping bagian praktis,
sehingga sering sulit diterapkan dimana suatu ilmu harus dimasukkan dalam
pembagian ini, ilmu teoritis, biasannya dapat berdiri sendiri terlepas dari
ilmu praktis,akan tetapi ilmu praktis selalu mempunyai dasar yang teoritis.
Menurut Obyeknya (terutama obyek
formalnya atau sudut pandangnya)
1)Universal/umum:
meliputi keseluruhan yang ada,seluruh hidup manusia, misalnnya: teologi/agama
dan filsafat.
2)Khusus:
hanya mengenai salah satu lapangan tertentu dan kehidupan manusia, jadi
obyeknya terbatas, hanya ini saja atau itu saja.inilah yang biasannya disebut”
ilmu pengetahuan”.
Ini
diperinci lagi atas:
a.Ilmu-ilmu alam (natural
scienses, natuurwetenschappen)
Ilmu yang mempelajari barang-barang menurut keadaanya di alam kodrat
saja, terlepas dari pengaruh manusia dan mencari hukum-hukum yang mengatur apa
yang terjasi di dalam alam, jadi terperinci lagi menurut obyeknya. Termasuk di
dalamnya adalah: ilmu alam, ailmu fisika, ilmu kimia, ilmu hayat dan sebainnya.
b.Ilmu pasti (mathematics)
Ilmu yang memandang barang-barang, terlepas dari isinya hanya menurut
besarnya. Jadi mengadakan abstaraksi barang-barang itu. Ilmunya dijabarkan
secara logis berpangkal pada beberapa asas-asas dasar (axioma). Termasuk di
dalamnya adalah: ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu aljabar dan
sebagainnya.
c.Ilmu-ilmu
kerohanian / kebudayaan (geisteswisssen-schaften/social-sciences)
Ilmu yang mempelahari hal-hal dimana
jiwa manusia memegang peranan yang menentukan. Yang dipandang bukan
barang-barang seperti di alam dunia, terlepas dari manusia, melainkan justru
sekadar mengalami pengaruh dari manusia. Termasuk misalnnya: ilmu sejarah, ilmu
mendidik, ilmu hukum , ilmu ekonomi, ilmu sosiologi, ilmu bahasa dan
sebagainnya.
Ketiga
macam ilmu pengetahuan ini juga dibeda-bedakan tetapi jangan sampai
dipisah-pisahkan, kerna memang berhubungan satu sama lain dan saling
mempengaruhi dan melengkapi.
Klasifikasi
Ilmu Pengetahuan Menurut Para Filsuf
Dalam sub ini, kami mengambil
beberapa contoh klasifikasi ilmu pengetahuan menurut para filsuf, antara lain:
1)Cristian Wolff
Cristian Wolff mengklasifikasikan ilmu
pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar , yakni ilmu pengetahuan empiris,
matematika, dan filsafat. Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Cristian Wolff
dapat diskemakan sebagai berikut :
a.Ilmu
pengetahuan empiris
1.Kosmologis
empiris
2.Psikologis
empiris
b.Matematika
1.Murni :
aritmatika, geometri, aljabar
2.Campuran
: mekanika, dan lain-lain
c.Filsafat
1.Spekulatif
(metafisika)
a.umum:ontologi
b.khusus:
psikologi, kosmologi, theology
2.Praktis
a.intelek:
logika
b.kehendak;
ekonomi, etika, politik.
c.pekerjaan
fisik: tekhnologi
2)Auguste Comte
Pada
dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan
dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa
gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih
dahulu. Kemudian disusul dengan gejala pengetahuan yang semakin lama semakin
rumit atau kompleks dan semakin kongkret. Karena dalam mengemukakan
penggolongan ilmu pengetahuan, Auguste Comte memulai dengan mengamati
gejala-gejala yang paling sederhana, yaitu gejala yang letaknya paling jauh
dari suasana kehidupan sehari-hari. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan
Auguste Comte sebagai berikut:
1.Ilmu pasti
(matematika)
2.Ilmu
perbintangan (astronomi)
3.Ilmu alam
(fisika)
4.Ilmu kimia
5.Ilmu hayat
(fisiologi atau biologi)
6.Fisika
sosial (sosiologi)
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut
Auguste Comte secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagi berikut:
1.Ilmu pengetahuan
a.Logika
(matematika murni)
b.Ilmu
pengetahuan empiris (astronomi, fisika, biologi, sosiologi)
2.Filsafat
a.Metafisika
b.Filsafat
ilmu pengetahuan
G. Hakikat Ilmu
Pengetahuan
Secara pendekatan sitematika, hakikat
ilmu masuk dalam bahasan Epistimologi, yaitu satu cabang dalam filsafat yang
mengkaji hakikat ilmu pengetahuan dari empat segi, sumber
pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan dan keabsahan pengetahuan.
Atau dengan kata lain, epistimologi adalah cabang filsafat yang menjelaskan
cara bagaimana menyusun pengetahuan yang benar Beberapah tokoh filsafat
mendasari bahwa pengetahuan yang benar haruslah diperoleh lewat cara atau
metode yang benar atau disebut dengan metode ilmiah.
Epistimologi dan filsafat ilmu merupakan dua cabang filsafat yang mengkaji seputar pengetahuan. Keduanya merupakan wilayah filsafat yang muncul lantaran Kant bertanya: “apa yang dapat saya ketahui?” untuk membedakan keduanya bisa dilihat melalui objek pengetahuannya, jika Epistimologi mencakup segala pengetahuan termasuk pengetahuan sehari-hari sedangkan filsafat ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.
Epistimologi dan filsafat ilmu merupakan dua cabang filsafat yang mengkaji seputar pengetahuan. Keduanya merupakan wilayah filsafat yang muncul lantaran Kant bertanya: “apa yang dapat saya ketahui?” untuk membedakan keduanya bisa dilihat melalui objek pengetahuannya, jika Epistimologi mencakup segala pengetahuan termasuk pengetahuan sehari-hari sedangkan filsafat ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.
v 1. Sumber
Pengetahuan
Pada dasarnya manusia menggunakan dua
cara dalam memperoleh pengetahuan yang benar, pertama melalui rasio dan kedua
melalui pengalaman. Paham yang pertama disebut sebagai rasionalisme sedangkan
paham yang kedua disebut dengan empirisme.
Rasionalisme adalah sebuah paham yang
menekankan pikiran sebagai sumber utama pengetahuan dan pemegang otoritas
terakhir bagi penentu kebenaran. Adapun cara kerja rasio adalah melalui
berfikir deduktif, menurutnya bahwa manusia awalnya mengetahui segala sesatu
itu bersifat apriori, yang prinsip-prinsipnya sudah ada sebelum manusia
berusaha memikirkannya, karenanya bukanlah ciptaan pikiran manusia. Sedangkan
indrawi selalu dicurigai karena selalu berubah-ubah tidak dapat menjadi
landasan yang kokoh bagi ilmu pengetahuan.
Juga sebenarnya sama yang dihadapi oleh
rasio, di mana bebas dari pengalaman dan tidak dapat dievaluasi menjadikan
rasionalisme dapat menyimpulkan bermacam-macam pengetahuan dari satu objek dan
sulit untuk mendapat konsensus kebenaran dari semua pihak, dalam hal ini Jujun
S Suriasumantri menyebut bahwa rasionalisme cenderung bersifat solipsistik dan
subyektif.
Sedangkan empirisme adalah paham yang
mengatakan bahwa pengalaman indrawi adalah satu-satunya sumber dan penjamin kepastian
kebenaran. Adapun metode yang digunkan adalah pengamatan induktif. Seperti besi
jika dipanaskan akan memuai, demikian seterusnya dimana pengamatan kita
akan membuahkan pengetahuan. Namun empirisme hanya akan memunculkan fakta-fakta
tanpa sebenarnya dipikirkan bahwa gejala-gejala itu tidak berifat konsisten
atau belum tentu berlaku umum karena mungkin saja terdapat hal-hal lain yang
bersifat kontradiktif.
Selain dua hal di atas ada sumber
pengetahuan lain yaitu Intuisi dan wahyu. Intuisi adalah kekuatan yang
menurut Bargson merupakan evolusi pengalaman tertinggi manusia di mana menitik
beratkan pada pengetahuan yang langusung yang mutlak dan bukan pengetahuan yang
nisbi. Sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang diterima para utusan Tuhan tanpa
upaya dan usaha yang payah. Pengetahuan mereka atas kehendak Tuhan, Tuhan
mensucikan jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran.
v 2. Batas
pengetahuan
Persoalan pengetahuan tidak sebatas yang
dikaji oleh epistimologi dan ilmu pengetahuan. Ada dua cabang filsafat lainnya
yang masih berada di wilayah pengetahuan dalam sistematika filsafat, yakni
logika dan metodologi.
Logika merupakan cabang filsafat yang
memusatkan kajiannya pada problema formal spesifik keteraturan penalaran.
Logika hanya berurusan pada pengetahuan formal apriori yaitu hal yang tidak
perlu penalaran panjang. Hubungan logika dengan filsafat pengetahuan terletak
pada konteks penemuan ilmu pengetahuan dan konteks pembuktian kebenaran ilmu
pengetahuan. Keduanya memerlukan ketertiban penalaran untuk mendapatkan
kebenaran ilmiah, dan logika yang digunkan adalah logika induksi dan deduksi.
Sedangkan metodologi mempunyai kajian berupa
langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Cabang ini muncul karena
kompleksitas problematika seputar metode memerlukan penelaahan filosofis,
kritis dan mendalam. Logika mengatur tertib nalar dalam mendapatkan pengetahuan
yang ilmiah sedangkan metodologi berurusan dengan langkah-langkah untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah.
Ilmu membatasi penjelajahannya pada
pengalaman manusia, karenanya ilmu memulai pada penjelajahan pada pengalaman
manusia dan berhenti pada pengalaman manusia, dan itu lah batas ilmu. Diluar
itu maka bukan dari batasan ilmu. Juga ilmu hanya berwenang dalam menetukan
benar dan salahnya sesuatu, tentang baik dan buruk, indah dan jelek semua
kembali pada sumber moral dan estetika.
v 3.
Struktur Pengetahuan
Pengetahuan yang diproses menurut metode
ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat pengetahuan yang
kemudian disebut pengetahuan atau ilmu. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan
pengetahuan yang bersifat menjelasakan berbagai gejala alam yang memungkinkan
manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut
berdasarkan penjelasan yang ada. Penjelasan kemudian membedakan antara
ilmu-ilmu fisik atau alam dengan ilmu-ilmu selainya seperti ilmu sosial dan
seni. Penerapan sebagai sebuah ilmu yang dapat dijelaskan melalui misalnya
teori dan serangkainya pengujian ilmiah. Oleh karenanaya struktur pengtahuan
hanya membatasi dalam ranah pengetahuan yang bisa mampu duiterapkan dalam seuah
teroi yang utuh dan umum.
v 4.
Keabsahan Pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan dan
epistimologi tidak bisa dilepasakan satu sama lain. Filsafat pengetahuan
mendasarkan dirinya pada epistimologi, khususnya pada persoalan keabsahan
pengetahuan. Keabsahan pengetahuan dibagi menjadi tiga teori kebenaran yakni
korespondensi, koherensi dan pragmatis. Korespondensi mensyaratkan adanya
keselarasan antara ide dengan semesta luar, kebenaranya bersifat
empirik-induktif. Koherensi mensyaratkan antara pernyataan logis, kebenaranya
bersifat formal-deduktif. Sedangkan pragmatis mensyaratkan adanya kriteria
instrumental atau kebermanfaatan, kebenaranya bersifat fungsioal. Korespondensi
menghasilkan ilmu-ilmu empiris seperti: fisika, kimia, biologi, sosiologi.
Koherensi menghasilkan ilmu-ilmu absatrak seperti matematik dan logika.
Sedangkan pragmatis menghasilkan ilmu-ilmu terapan seperti ilmu kedokteran.
H. Kebenaran Ilmiah
a. Definisi kebenaran
Kebenaran merupakan satu nilai utama di
dalam kehidupan manusia. Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah
kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan
Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan
(dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang
terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian
kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan
kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran).
Dalam bahasan ini, makna “kebenaran”
dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilmiah)”. Poedjawiyatna
mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang
disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus dengan aspek obyek yang
diketahui, jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif. Meskipun
demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat
akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan
demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia
yang transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang
terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran.
Kebenaran dapat
dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam filsafat ilmu, yaitu :
1. Kebenaran
Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia,
2. Kebenaran Ontologikal,
adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang
ada maupun diadakan.
3. Kebenaran Semantikal,
adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa.
- Teori-teori
kebenaran
Perbincangan tentang kebenaran dalam
perkembangan pemikiran filsafat sebenarnya sudah dimulai sejak Plato melalui
metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori
pengetahuan yang paling awal.
Kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles
hingga saat ini, dimana teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan
penyempurnaan. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan mempunyai nilai kebenaran atau
tidak sangat berhubungan erat dengan sikap dan cara memperoleh pengetahuan.
Berikut secara tradisional teori-teori kebenaran itu
antara lain sebagai berikut:
1. Teori Kebenaran
korespondensi
Adalah suatu
pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling
kesesuaian dengan kenyataan yang diketahui.
2. Teori Kebenaran
koherensi (saling berhubungan)
Adalah suatu
proposisi atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila
proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu
yang bernilai benar.
3. Teori Kebenaran
pragmatis
Adalah sesuatu
itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam
keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah
supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu
melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
I.
Aksiologi dalam Filsafat Ilmu
A. Pengertian Aksiologi.
Istilah
aksiologi berasal dari kata axios
(yunani) yang berarti nilai, dan logos yang
berarti Ilmu atau teori.Jadi Aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Yang dimaksud dengan Nilai yaitu sesuatu yang
dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan itu sendiri.Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat
dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan
itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena
akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan
ilmu.Ilmu tidak bebas nilai.Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga
nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan
bencana.
B. Objek
Aksiologi
Dalam Aksiologi memuat pemikiran
tentang masalah nilai-nilai,diantaranya Nilai tinggi dari Tuhan, Nilai Moral,
Nilai Agama, Nilai Keindahan (estetika).Didalam Aksiologi tersebut mengandung
pengertian yang lebih luas daripada estika.
Aksiologi memberikan jawaban atas
beberapa pertanyaan , Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di
pergunakan?bagaimana kaitannya antara cara penggunaan dengan kaedah-kaedah
moral?
Dalam aksiologi, ada dua penilaian yang
umum digunakan yaitu;
1.
Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan
sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku,norma
dan adat istiadat manusia.Etika merupakan salah-satu cabang filsafat
tertua.Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan
para kaum shopis.Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan,
keadilan dan sebagianya.Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh
Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis,sistematis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari
pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah
norma-norma,adat,wejangan dan adat istiadat manusia.Berbeda dengan norma itu
sendiri,etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan,
melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar.Tujuan dari etika adalah
agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika,nilai kebaikan dari tingkah laku manusia
menjadi sentral persoalan.Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan
tanggung jawab,baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,masyarakat,alam maupun
terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika
sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi.
Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral
dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar
tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
2.
Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan
tentang nilai keindahan.Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala
sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu
kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah
bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga
mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan
suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan
perasaan.Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa
sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.Meskipun sesungguhnya pagi itu
sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal
ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya
memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya
tetap merupakan perasaan.
Nilai kegunaan ilmu, untuk
mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan,
kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal,yaitu:
1.
Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia
pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut
mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu
sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya
mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori
filsafat ilmu.
2.
Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya
diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai
pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3.
Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi
banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki
kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila
masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah,
mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang
digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara
tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah
yang berkembang dalam kehidupan manusia.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat
subjektif.Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau
kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan
pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran
pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai
menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran
manusia menjadi tolak ukur penilaian.Dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti
perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak
senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan
umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif.
Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum
ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas
empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan
budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya,
bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya
tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil
dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau
terikat pada nilai subjektif.
J. Fungsi
Filsafat Ilmu dalam Merealisasikan Permasalahan Pendidikan
Jujun S Suriasumantri menjelaskan bahwa
salah satu sifat filsafat adalah berani berterus terang, dan mengetahui apa
yang kita tahu dan belum tahu. Sedangkan ilmu adalah segala pengetahuan yang
telah kita ketahui sejak lama. Berfilsafat ilmu berarti bertanya kembali
tentang diri kita, apakah yang sebenarnya yang kita ketahui tentang ilmu?
Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan pengetahuan-pengetahuan lainnya
yang bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang
benar? Keriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah?
Pertanyaan-pertanyan di ataslah yang
menjadi dasar dari bahasan filsafat ilmu. Jadi filsafat ilmu adalah cabang
filsafat yang mengkaji ilmu dari segi ciri-ciri dan cara memperolehnya. Objek
materinya adalah ilmu pengetahuan dan objek formanya adalah cara dan ciri ilmu
pengetahuan. Lantas untuk apa kita mempelajari filsafat ilmu?
Secara umum filsafat berfungsi
sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang
dihadapinya sehari-hari. Yang sehari-hari menjadi permasalahan ilmu adalah
kegunaan dari filsafat ilmu, seperti yang disampaikan oleh Jujun S
Suriasumantri bahwa filsafat ilmu berfungsi untuk;
- Mengevaluasi
segenap pengetahuan yang kita ketahui
- Mengetahui
cakupan ilmu yang diketahui dalam kehidupan sehari-hari
- Mengetahui
batasan ilmu
- Mengetahui
cara berpaling dari ketidaktahuan
- Mengatahui
kekurangan dan kelebihan ilmu Pendidikan secara luas diartikan sebagai
segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung
sepanjang hayat dan perpengaruh secara positif bagi perkembangan individu.
Sedangkan secara sempit bahwa pendidikan dalam prakteknya identik dengan
penyekolahan, yaitu pengajaran formal di bawah kondisi-kondisi yang
terkontrol. Kedua definisi di atas kemudian membutuhkan segala perangkat
agar apa yang disampaikan dalam pendidkan terlaksana, karenya unsur-unsur
yang melibatkan dalam pendidikan sangat dibutuhkan, seperti tujuan
pendidikan, pendidk, peserta didik, isi pendidikan, alat pendidikan,
lingkungan pendidikan.
Permasalahan di atas seputar pendidikan
jika dikaitkan dengan fungsi dan hakikat filsafat ilmu akan sangat membantu
dalam proses belajar mengajar. Seperti misalnya dalam filsafat membahas tentang
konsep-konsep metodologis seputar hipotesis teori hukum, paham, tentang
sikap dan sikap ilmiah, serta kemungkinan meggali mengenai ilmu-ilmu alam fisik
dan problem-problem di dalamnya, dan ilmu tentan hidup.
Filsafat ilmu menurut fungsinya bila dikaitkan dalam pendidikan bisa
berfungsi sebagai pengembangan managemen pendidikan. Karena dalam filsafat
seorang akan memikirkan dan mencari kebenaran tentang situasi yang berada
dilingkunganya, juga filsafat bukan hanya berdasarkan berada dalam ranah
ideologi saja tapi juga dalam ranah metodologi. Dengan metodologi seorang akan
menemukan keilmuan yang baru yang dihasilkan dari hasil berfikir
tersebut.
FILSAFAT ILMU
A.
PENDAHULUAN
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini
mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk
di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu
sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan
bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan
serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari
sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran
yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan
model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik
secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari
peranan filsafat, sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberasaan filsafat.
Keberaan filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari
pandangan mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan.
Perubahan dari pola pikir mite-mite ke rasio membawa implikasi yang tidak
kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu di takuti kemudian
didekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya
hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang
terjadi, baik alam semesta maupun pada manusia sendiri.
B.
PENGERTIAN
FILSAFAT ILMU
Untuk memahami arti dan makna
filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertianfilsafat ilmu dari beberapa
ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun olehIsmaun (2001)
·
Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a
critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but
such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual
scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan
kritis tentang pendapat- pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian
itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual.
·
Lewis White Beck “Philosophy of science questions and
evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value
and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas
dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
·
A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is
the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its
concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of
intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah
sistematis mengenai ilmu, khususnya metode- metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual.)
·
Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific
theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific
methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan
hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
·
May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and
philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.”
(Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan
mengenai landasan – landasan ilmu.
·
Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy,
which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole
of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it
constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for
belief and action; on the other, it examines critically everything that may be
offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a
view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan
suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat
seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua
macam hal : di satu pihak, ini membangun teori- teori tentang manusia dan alam semesta,
dan menyajikannya sebagai landasan- landasan bagi keyakinan dan tindakan; di
lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan
sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya
sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
·
Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of
science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of
scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of
representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and
then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal
logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu,
filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam
proses penyelidikan ilmiah prosedur- prosedur pengamatan, pola-pola
perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,
pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai
landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal,
metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa
filsafat ilmu merupakantelaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai
hakikat ilmu, yang ditinjaudari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmumerupakan bagian dari epistemologi
(filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
·
Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki
dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap
manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
·
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan
yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan
agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut
kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita
dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
·
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis).
(Jujun S. Suriasumantri, 1982).
C.
SEJARAH
FILSAFAT ILMU
Ilmu
pengetahuan alam mulai berdiri sejak abad ke-17. Kemudian pada tahun 1853,
Auguste Comte mengadaka penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya,
penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Augute Comte, sejalan dengan
sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala
dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan
mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan umum secara tenang dan
rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang
saling terkait untuk dapat berkembang lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu
pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia,
Biologi dan Sosiologi.
Penggolongan
tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas, keteraturan dan ukuran
kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terlebih dahulu adalah yang
lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya
daripada setiap ilmu yang dibelakangnya. Jika dilihat dari sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama
atau istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat
dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton : New Priciles
of Chemical Philosophy.
Filsafat
dimulai oleh Thales sebagai filsafat jagat raya yang selanjutnya berkembang
kearah kosmologi. Dalam abad-abad selanjutnya filsafat berkembang melalui dua
jalur yaitu : filsafat alam dan filsafat moral. Filsafat alam mempelajari benda
dan peristiwa alamiah, sedangkan filsafat moral mempelajari ewajiban manusia
seperti etika, politik dan psikologi.setelah memasuki abad ke-20 filsafat dalam
garis besar dibedakan menjadi dua ragam yaitu: filsafat kritis dan filsafat
spekulatif. Filsafat kritis memusatkan perhatian pada analisis secara cermat
terhadap makna berbagai pengertian yang diperbincangkan dalam filsafat misslnya
substansi, eksistensi, moral, realitas, sebab, nilai, kebenaran, keindahan, dan
kemestian. Filsafat spekulatif sendiri merupakan nama lain dari metafisika.
D.
OBJEK
FILSAFAT ILMU
Pada dasarnya,setiap ilmu memilki dua
objek, yaitu objek material dan objek formal.
Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematisn dan
radikal juga memiliki objek material dan objek formal.
1. Objek Material
Objek material adalah objek yang di
jadikan sasaran menyelidiki suatu ilmu,
atau objek yang di pelajari oleh ilmu itu, seperti tubuh manusia
adalah objek material ilmu kedokteran. Objek material
filsafat adalah segala yang ada , segala yang mencangkup ada yang
tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah
dunia empiris sedangkan yang tidak tampak alam metafisika. Objek
material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang
telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
2. Objek Formal
Objek formal adalah Metode untuk
memahami objek material tersebut atau sudut pandang dari mana sang subjek
menelaah objek materialnya. objek formal filsafat adalah sudut
pandang yang menyeluruh,radikal dan rasional tentang segala yang
ada.
Objek formal filsafat ilmu adalah
hakikat (esensi) ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebihmenaruh perhatian
terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat
ilmupengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu
itu bagimanusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan
ilmu pengetahuanyakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Obyek
formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut
segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang. Obyek
formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana obyek
material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan
ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu
obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan
ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu
pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain,
“tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek
materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang
yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia,
diantaranya: psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.
Karena itu, filsafat oleh
para filosof di sebut sebagai induknya ilmu. Sebab ,dari
filsafatlah,ilmu-ilmu modern dan konteporer berkembang. Awalnya filsafat terbagi pada
teoritis dan praktis, filsafat teoritis mencangkup ,
metafisika,fisika,matematika dan logika sedangkan filsafat praktis
adalah ekonomi,politik,hokum dan etika. Setiap bidang ilmu ini
kemudian berkembang dan menspesialisasi, seperti berkembang
menjadi biologi,biologi berkembang menjadi anatomi
,kedokteran dan kedokteran tersepesialisasi menjadi beberapa bagian
.perkembangan ini dapatc di ibaratkan sebuiah
pohon dengan cabang dan ranting yang semakin lama semakin rindang.
·
Lorens Bagus (dalam Sudrajat, 2008)
Lorens
menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara objek
material dan objek formal. Objek material merupakan objek konkrit yang disimak
ilmu sedangkan objek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap
ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek
material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
·
Auguste Comte (dalam Sudrajat, 2008)
Auguste
mendasarkan klasifikasinya pada objek
material. Ia membuat deretan ilmu pengetahuan berdasarkan perbedaan objek
material, yaitu:
- Ilmu
pasti/matematika
- Ilmu
falak/astronomi
- Ilmu
fisika
- Ilmu
kimia
- Ilmu
hayat/biologi, dan
- Sosiologi.
Deretan
tersebut menunjukkan perbedaan objek
dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks. Objek
ilmu pasti adalah yang paling bersahaja karena hanya menyangkut angka yang
mengikuti aturan tertentu. Oleh karena itu, matematika disebut juga ilmu pasti
meskipun matematika paling bersahaja. Matematika juga merupakan alat bagi
segenap ilmu pengetahuan. Sementara itu, ilmu palak menambahkan unsur gerak
terhadap matematika, misalnya kinematika. Objek ilmu alam adalah ilmu palak
atau matematika ditambah dengan zat dan gaya, sedangkan objek ilmu kimia
merupakan objek ilmu fisika ditambah dengan perubahan zat. Unsur gelaja
kehidupan dimasukkan pada objek ilmu hayat. Adapun sosiologi mempelajari gejala
kehidupan manusia berkelompok sebagai makhluk sosial.
·
Aristoteles (dalam Sudrajat, 2008)
Aristoteles
memberikan suatu klasifikasi berdasarkan objek formal. Ia membedakan antara
ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif).
Perbedaanya terletak pada tujuannya masing-masing. Ilmu teoritis bertujuan bagi
pengetahuan itu sendiri, ialah untuk keperluan perkembangan ilmu, misalnya
dalam hal preposisi atau asumsi-asumsinya. Ilmu teoritis mencakup fisika,
matematika, dan metafisika. Ilmu praktis, ialah ilmu pengetahuan yang bertujuan
mencari norma atau ukuran bagi perbuatan kita, termasuk di dalamnya adalah
etika, ekonomia, dan politika.Poietis, ialah ilmu pengetahuan yang
bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat dan teknologi. Ada perbedaan
esensial di antaranya, yaitu ilmu praktis bersangkutan dengan penggunaan dan
pemanfaatannya, sedangkan poietis bersangkutan dengan menghasilkan sesuatu,
termasuk alat yang akan digunakan untuk penerapan.
Berdasarkan
taraf abstraksinya ilmu teoritis dibagi menjadi tiga jenis. Taraf pertama,
abstraksi dilakukan terhadap individualitas gejala atau kenyataan sehingga
ketika berbicara tentang rumah dan manusia, yang tinggal hanya rumah atau
manusia pada umumnya. Abstraksi pada taraf kedua meninggalkan kuantitas serta
menimbulkan matematika yang mencakup geometri (ilmu ukur), serta aritmatika
(ilmu hitung). Abstraksi pada taraf ketiga menghasilkan sesuatu yang tidak
bermateri (immaterialitas) yang dipelajari dalam metafisika. Kenyataan itu
ditinjau dari sudut universalitas, kuantitas, dan immaterialitas yang berarti
berdasarkan objek formal.
Contoh, objek
material dalam ilmu matematika yaitu tentang bilangan, sedangkan objek formal
yaitu penggunaan dari lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran.
Filsafat membahas bilangan sebagai objek studi material artinya filsafat
menjadikan bilangan sebagai objek sasaran untuk menyelidiki ilmu tentang
bilangan itu sendiri. Objek material filsafat ilmu bilangan adalah bilangan itu
sendiri. Bilangan itu sendiri dimulai dari yang paling sederhana, yakni
bilangan asli, bilangan cacah, kemudian bilangan bulat, dan seterusnya hingga
bilangan kompleks.
Sebagai
objek formal filsafat, bilangan dikaji hakikat atau esensinya. Pengkajian
filsafat tentang bilangan misalnya mengenai apa hakikat dari bilangan itu,
bagaimana merealisasikan konsep bilangan yang abstrak menjadi riil atau nyata,
bagaimana penggunaan bilangan untuk penghitungan dan atau pengukuran.
E.
RUANG
LINGKUP FILSAFAT ILMU
Filsafat
sebagai proses berpikir sistematis dan adil yang memiliki objek material dan
objek formal. Dimana objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala
yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak.
Objek
material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada
dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan adapun, objek formal,dan rasional
adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional tentang segala yang
ada. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris
semakain bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan
menampakkan kegunaan yang peraktis.inilah peroses terbentuknya ilmu secara
bersenambungan .Will Durant mengibaratkan filsafat bagaikan pasukan mariner
yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri.
Pada
bagian lain dikatakan bahwa filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahnya menemukan rahasia alam kodrat
haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut.
Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan
suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan. Karena itu
filsafat oleh para filosofi disebut sebagai induk ilmu. Sebab, dari filsafat
lah, ilmu-ilmu moderen dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat
menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu teknologi. Dalam taraf peralihan
ini filsafat tidak mencakup keseluruhan,tetapi sudah menjadi sektoral.
Contohnya, filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari
perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu
bidang tertentu.
Di
sisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin
jauh dari induknya,tetapi juga mendorong munculnay arogansi dan bahkan
kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang lain.
Tugas filsafat di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar
tidak terjadi bentrokan antara berbagi kepentingan. Falsafat sepatutnya
mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan
radikal, menyeluruh dan rasional dan begitu juga sifat pendekatan spekulatif
dalm filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu. Mendalami unsur-unsur
pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan
tujuan ilmu.
Memahami
sejarah pertumbuhan, perkembangan,dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,sehingga
kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis. Menjadi
pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan
tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non-ilmiah.
Mendorong pada calon ilmuwan dan
iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya mempertegas
bahwa dalam persoalan sumberdan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan. Ilmu pada perinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman
dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dapat merupakan suatu metode
berfikir secara objektif (objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan
dan memberi makna terhadap dunia faktual.pengetahuan filsafat, yakni
pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif.
Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian
tentang sesuatu. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran
tentang cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan
vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia,yang sering juga disebut
dengan hubungan horizontal.
Dari sisi lain Raghib al-Asfahani
juga membagi ilmu sebagai ilmu teoritis dan aplikatif. Ilmu teoritis berarti
ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya. Jika telah diketahui
berarti telah sempurna, seperti ilmu tentang keberadaan dunia. Sedangkan ilmu
aplikatif adalah ilmu yang tidak sempurna tanpa dipraktikkan, seperti ilmu
tentang ibadah, akhlak dan sebagainya.
Pengetahuan berkembang dari rasa
ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya
makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Dia memikirkan
hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun
lebih dari itu.manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberi makna kepada
kehidupan, manusia” memanusiakan diri dalam hidupnaya” dan masih banyak lagi
pernyataan semacam ini, semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia
dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu. Dengan menjelaskan
kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran. Kesulitan tersebut adalah
pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat diketahui hanya benar
segi subjektif. Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif,
menurut Rasjidi, umumnya orang beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu
sebab. Contohnya apa yang menyebabkan Ahmad menjadi sakit.
Berpikir
merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Pada setiap
jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak
pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak
sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Secara umum orang merasa bahwa
tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran namun masalahnya tidak hanya
sampai di situ saja. Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan
berkembangnya espistemologi.
Bidang
garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi
tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu:
·
Ontologi ilmu
meliputi
apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan
pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan
bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham
monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme,
pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada
akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing‑masing mengenai apa
dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
·
Epistemologi ilmu
meliputi
sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai
pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan
sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita
pilih. Akal (Verstand), akal
budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik,
sehingga dikenal adanya model‑model epistemologik seperti: rasionalisme,
empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi
dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan
sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah)
itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
·
Akslologi llmu
meliputi nilal‑nilal (values) yang
bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan
sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan,
seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik‑material. Lebih dari itu
nilai‑nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio
sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam
melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan
pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan
sampal pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan
ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan.
F.
DIMENSI
KAJIAN FILSAFAT ILMU
1. Dimensi Ontologis
Ontologis
merupakan bagian dari metafisika umum. Ontologis merupakan suatu pengkajian
mengenai teori yang ada.
a.
Metafisika : Merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan
tentang hakikat yang
tersimpul
dibelakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman dengan objek yang
non-empiris.
Tafsiran dalam
Metafisika: Animisme alam
dunia ini terdapat wujud-wujud gaib yang
bersifat lebih
tinggi atau lebih kuasa dubandingkan alam yang nyata.
Materialisme :
Apa yang ada di dunia ini yang dapat kita pelajari.
Mekanistik:
Melihat gejala alam, temasuk manusia
yang merupaka gejala mkimi-fisika
semata.
Vitalistik
: Hidup adalah sesuatu yang unik dan
berbeda secara subtansi dengan proses
di atas.
Monistik proses berfikir sebagai aktivitas
elektro-kimia dari otak
Dualistic
: Membedakan antara zat dan kesadaran
yang bagi mereka berbeda secara
generic, secara
subtansif.
b.
Asumsi dalam ilmu :
- menganggap
objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam
bentuk, struktur dan sifat.
- Menganggap
bahwa suatu benda tidak mengalamai perubahan dalam jangka waktu tertentu.
- Pilihan
diantara Determinase (Pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh
zat dan gerak yang bersifat universal), Pilihan bebas (Manusia mempunyai
kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terkait pada hukumalam yang tidak
memberikan alternative), dan probalistik (Menekankan pada keseimbangan antara
kedua aliran di atas)
c.
Penggolongan ilmu
- Plato
: dialektika, fisika, etika
- Aristoteles
: logika, politik, metafisika, etika
- Ampere
: rethorika, estetika
- Wildelband
: kosmologi, noologi
- H.A
Dardini ; IPA, IPS, humaniora
d.
Pola hubungan ilmu
- Multidisipliner itandai oleh kegiatan studi yang
tertuju pada sebuah sentral dari sudut perspektif disiplin ilmu yang terpisah
tanpa adanya kesatuan konsep.
- Interdisipliner itandai oleh interaksi dua atau lebih
interdisipliner ilmu berbeda dengan bentuk komunikasi konsep atau ide.
- Lintadisipliner itandai oleh orientasi horizontal
karena melumatnya batas-batas disiplin ilmu yang sudah mapan.
e.
Tugas – tugas ilmu
pengetahuan
- Eksplanatif
: menerangkan gejala-gejala alam
- Prediktif
: meramalakan kejadian-kejadian di masa depan
- Control
: mengendalikan peristiwa yang akan datang.
f.
Batas pengkajian ilmu
- Tidak
semua permasalahan kehidupan manusia dapat dijawab tuntas oleh ilmu.
- Nilai
kebenaran ilmu bersifat positif dalam arti berlakunya sampai saat ini dan juga
bersifat relative atau nisbi dalam arti tidak mutlak kebenarannya.
- Batas
dan relativitas ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat.
2. Dimensi Epistimologis
Epistimologi berarti
ilmu atau teori tentang pengetahuan, yakni ilmu yang membahas tentang
masalah-masalah pengetahuan.
Konsep dasar ilmu
pengetahuan:
·
Fungsi panca indera
bagi perkembangan ilmu pengetahuan
·
Fungsi akal bagi
perkembangan ilmu pengetahuan
·
Peranan budi dalam
menemukan hakikat kenyataan
Hukum
sebab akibat : seseorang mendapat pengetahuan tentang suatu masalah denagn
jalan menyusun pikiran untuk mengetahui sebab kejadiannya dan akibatnya.
Sumber
pengetahuan : pengalaman (aliran empirisme), akal atau rasio (aliran
rasionalisme), budi sebagai sumber pengetahuan sejati (aliran kritisme).
Batas
–batas pengetahuan : yang dapat dipercaya adalah hanya apa yang sekarang, pada
saat ini, yang diberikan kepada kita dalam pengalaman (aliran skeptisisme),
adanya kebenaran objektif, terlepas dari subjek-subjek yang diketahuinya
(aliran objektivisme), kesadaran akan tujuan pada barang sesuatu, benda yang
dituju (aliran fenomenologisme)
Objek
pengetahuan : objek rasa, objek bukan rasa, dan objek luar rasa.
Metode
ilmu pengetahuan : metode induksi dan metode deduksi
3. Dimensi Aksiologis
Aksiologi
adalah studi tentang nilai atau kualitas. Satu wilayah penting penelitian untuk
aksiologi ini adalah aksiologi formal dan kekakuan matematis.
G.
SUBSTANSI
FILSAFAT ILMU
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001)
memaparkannya dalam empatbagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan:
1. Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki
pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandangfilosofis yang
melandasinya. Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya. Fenomenologik
memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama,
menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide
dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara
fenomena dengan sistem nilai. Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata,
bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan Realisme-metafisik
berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan
obyektif. Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996)
memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan faktailmiah. Fakta obyektif
yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyekkegiatan atau
pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksiterhadap
fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah
deskripsifakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar
bagi bangunan teoritis.Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil.
Fakta ilmiah tidak terpisahkan daribahasa yang diungkapkan dalam
istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuksuatu deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai
teori tentang rumusan kebenaran. Namun secaratradisional, kita mengenal 3 teori
kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik(Jujun S. Suriasumantri,
1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran
dalam
ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran
performatif,kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir
menambahkannyasatu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau
keharmonisan antara sesuatu yang laindengan sesuatu yang memiliki hirarki yang
lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baikberupa skema, sistem, atau pun
nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional maupun pada dataran
transendental.
b. Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang
terbuktinya sesuatu itu relevandengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan
dibuktikan adanya kejadian sejalan atauberlawanan arah antara fakta dengan
fakta yang diharapkan, antara fakta dengan beliefyang diyakini, yang sifatnya
spesifik.
c. Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan
aktual dan menyatukanapapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang
teoritik, maupun yang filosofik, orangmengetengahkan kebenaran tampilan aktual.
Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkandalam tindakan.
d. Kebenaran pragmatic
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang
spesifik dan memilikikegunaan praktis.
e. Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep
kompleks, yang merentangdari yang subyektif individual sampai yang obyektif.
Suatu kebenaran dapat diperoleh bilaproposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar
adalah bila sesuaidengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain
yaitu dari Euclides, bahwaproposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya,
melainkan dilihat dari benarmaterialnya.
f. Kebenaran struktural paradigmatic
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan
perkembangan darikebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi,
analisis faktor, dan analisisstatistik lanjut lainnya masih dimaknai pada
korespondensi unsur satu dengan lainnya.Padahal semestinya keseluruhan
struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akanmampu memberi eksplanasi
atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan,
memprediksi proses dan produk yang akan datang, ataumemberikan pemaknaan.
Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasiabsolut atau
probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan
asumsi,postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah
bilamengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksiatau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat
ditempuh secara induktif,deduktif, ataupun reflektif.
4. Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh
lama sampai perempat akhir abad XX adalah logikamatematika, yang menguasai
positivisme. Positivistik menampilkan kebenarankorespondensi antara fakta.
Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yangdipercaya dengan
fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifatspesifik,
belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi
penelitianberupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran
koheren antara rasional,koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena
Bogdan dan Guba menampilkankebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral.
Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional
universal dan Noeng Muhadjirmengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan
kebenaranan strukturalparadigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan
bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan
tersebut dilakukan menurut cara tertentu,yakni berdasarkan logika. Secara garis
besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika deduksi dan logika
induksi.
·
Deduktif
Deduksi berasal dari bahasa
Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang
umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi.Deduksi adalah
cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulanyang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan
polaberpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah
pernyataan dan sebuahkesimpulan.Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir
yang menerapkan hal-hal yang umum terlebihdahulu untuk seterusnya dihubungkan
dalam bagian-bagiannya yang khusus.Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif
(umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuahkesuksesan (khusus) dan kegiatan
imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkangaya hidup konsumtif
sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
·
Induktif
Induksi merupakan cara
berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dariberbagai kasus
yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai denganmengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatasdalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Metode berpikir induktif adalah
metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-halkhusus ke
umum.Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena
sejenis yang belumditeliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir
induktif.
H.
CORAK DAN RAGAM FILSAFAT
Smaun (2001:1) mengungkapkan
beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya: Filsafat ilmu-ilmu sosial yang
berkembang dalam tiga ragam, yaitu :
meta ideologi, meta fisik dan metodologi disiplin ilmu.
Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends)
menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai
kepanjangan ide manusia. Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk
seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk
domain kognitif dan produk alasan praktis.Produk domain kognitif murni tampil
memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etikdimasukkan, maka perlu
ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampilmemenuhi kriteria
oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu
ditambahhuman.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan
lagi menjaditidak merusak lingkungan.
I.
METODE
FILSAFAT ILMU
Sebenarnya jumlah
metode filsafat hampir sama banyaknya dengan defenisi dari para ahli dan filsuf
sendiri karena metode ini adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat
sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Penjelasan secara singkat
metode-metode filsafat yang khas adlah sebagai berikut:
1. Metode
Kritis : Socrates dan plato
Metode ini bersifat
analisis istilah dan pendapat atau aturan-aturan yang di kemukakan orang.
Merupakan hermeneutika, yangmenjelaskan keyakinan dan memperlihatkan
pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan,
menyisihkan dan menolak yang akhirnya di temukan hakikat.
2. Metode
Intuitif : Plotinus dan bergson
Dengan jalan metode
intropeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol di usahakan membersihkan
intelektual (bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai suatu
penerangan pemikiran. Sedangkan bergson dengan jalan pembauran antara kesadaran
dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3. Metode
Skolastik : aristoteles, thomas aquinas, filsafat abad pertengahan.
Metode ini bersifat
sintetis-deduktif dengan bertitik tolak dari defenisi-defenisi atau
prindip-prinsip yang jelas dengan sendirinya di tarik kesimpulan-kesimpulan.
4. Metode
Geometris : rene descartes dan pengikutnya
Melalui analisis
mengenai hal-hal kompleks di capai intiuisi akan hakikat-hakikat sederhana (ide
terang dan berbeda dari yang lain), dari hakikat-hakikat itu di dedukasikan
secara matematis segala pengertian lainnya.
5. Metode
Empiris :Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah
menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide) dalam intropeksi
di bandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian di susun bersama
secara geometris.
6. Metode
Transendental : Immanuel Kant dan Neo skolastik
Metode ini bertitik
tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis di selidiki
syarat-syarat apriori bagi
pengertian demikian.
7. Metode
fenomenologis : Husserl, Eksistensialisme
Yakni dengan jalan
beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atau fenomin dalam
kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni. Fenomelogi adalah suatu
aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakkan diri, atau
yang membicarakan gejala. Hakikat
segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan dan menurut Husserl ada tiga
macam reduksi yaitu:
a. Reduksi
fenomologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita agar mendapat
fenomena semurni-murninya.
b. Reduksi
eidetis.
c. Reduksi
transcendental
8. Metode
Dialektis : Hegel dan Mark
Dengan jalan
mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri menurut triade tesis, antitetis,
sistesis di capai hakikat kenyataan. Dialektis itu di ungkapkan sebagai tiga
langkah, yaitu dua pengertian yang bertentangan kemudian di damaikan
(tesis-antitesis-sintesis).
9. Metode
Non-positivistis
Kenyataan yang di
pahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti
berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10. Metode analitika
bahasa : Wittgenstein
Dengan jalan analisa
pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan
filosofis. Metode ini di nilai cukup netral sebab tidak sama sekali
mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya adalah semua kesimpulan dan
hasilnya senantiasa di dasarkan kepada penelitian bahasa yang logis.
J.
FUNGSI DAN TUJUAN FILSAFAT ILMU
Filsafat
ilmu diharapkan dapat mensistematiskan, meletakkan dasar, dan memberi arah
kepada perkembangan sesuatu ilmu maupun usaha penelitian ilmuan untuk
mengembangkan ilmu. Dengan filsafat ilmu, proses pendidikan, pengajaran, dan
penelitian dalam suatu bidang ilmu menjadi lebih mantap dan tidak kehilangan
arah.
Secara
umum, fungsi filsafat ilmu adalah untuk :
- Alat
mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
- Mempertahankan,
menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
- Memberikan
pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
- Memberikan
ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan.
- Menjadi
sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan.
Tujuan filsafat ilmu adalah:
1.
Mendalami unsur-unsur pokok ilmu,secara menyeluruh kita
dapat memahami sumber,hakikat dan tujuan ilmu.
2.
Memahami sejarah pertumbuhan ,permbangan dan kemajuan ilmu
berbagai bidang, sehingga kita dapat gambaran ilmu kontemporer
secra histories.
3.
Menjadi pedoman para dosen dan mahasiswa di perguruan
tinggi, terutama untuk membedakan pengetahuan ilmiah dan nonilmiah.
4.
Mendorong para ilmuwan untuk tetap konsisten
dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5.
Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan
antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
K.
PERSAMAAN DAN
PERBEDAAN FILSAFAT DAN ILMU
Filsafat merupakan cara berpikir
yang kompleks, suatu pandanga atau teori yang sering tidak bertujuan praktis,
tetapi teoritis, filsafat selalu memandang sebab-sebab terdala, tercapai dengan
akal budi murni. Filsafat membantu untuk mandalami pernyataan asasi manusian
tentang makna realitas dan ruang lingkupnya yang dapat dipelajari secara
sistematik dan historis.
Ilmu merupakan salah satu dari
pengetahuan manusia. Ilmu membuka mata kita terhadap berbagai kekurangan. Ilmu
tidak mengikat apresiasi kita terhadap ilmu itu sendiri. Ilmu merupakan kumpulan
pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara
empiris. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus
dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi di antara
aktivitas, metode, dan pengetahuan dapat digambarkan sebagai bagan segitiga
penyusun menjadi ilmu.
Fisafat ilmu adalah segenap
pemikiran yang reflekstif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu telaah kritis terhadap metode yang
digunakan oleh ilmu tertentu terhadap lambing-lambang dan struktur penalaran
tentang sistem lambing yang digunakan. Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari
kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana dan postulat mengenai lmu.
Filsafat ilmu merupakan studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang
beraneka macam yang ditunjukan untk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu
tertentu
Persamaan
filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:
1. Keduanya mencari rumusan yang
sebaik-baiknyamenyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2. keduanya
memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara
kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan
sebab-sebabnya
3. Keduanya hendak memberikan sintetis
yaitu suatu pandangan yang bergandeng.
4. keduanya mempunya metode dan system
5. Keduanya hendak memberikan
penjelasan tentang kenyataan seluruh timbul dari hasrat
manusia(objektivitas)akan pengetahui yang lebih mendasar.
Perbedaan
filsafat dan ilmu adalah sebai berikut:
·
Objek material (lapangan)filsafat itu bersifat universal
(umum) segala sesuatu yang ada. Sedangkan objek material
ilmu itu bersifat khusus dan emperis.
·
Objek formal(sudut pandang) fil;safat itu bersifat non
fragmatis kerena mencari pengertian dari segala
sesuatu yan ada tu secara luas mendalam dan mendasar. Sedangkan
fragmatis,spesifik dan intensif.
·
Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan
yang menonjolkan daya spekulasi ,kritis dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah
diadakan riset lewat pendekatan trial and error,oleh karena
itu ,nilai ilmu terletak oleh kegunaan pragmatis sedangkan filsafat
timbul dari nilai.
·
Filsafat memuat pertanyaan lebih mendalam berdasarkan pada
pengalaman realitas sehari-hari,sedangkan ilmu bersifat dikursif yautu
menguriakan secar logis yang di mulai dariu tidak tahu.
·
Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir,yang mutlak,
dan mendalam dan sampai mendasar(primary
cause).
REFRENSI:
Adib,
H. Mohamad. 2010. Filsafat Ilmu.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar